Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin Abdul Fatah menyatakan pihaknya lebih mempercayai hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI soal vaksin AstraZeneca yang mengandung enzim tripsin babi.
Pernyataan itu ia sampaikan sekaligus merespons pihak AstraZeneca Indonesia yang menyatakan vaksin asal perusahaan farmasi Inggris itu tidak mengandung babi dan komponen hewan lain dalam proses pembuatannya.
"Kalau fatwa memang seperti itu. Temuan kami berdasarkan laporan dari LPPOM, bahwa ternyata dalam vaksin AstraZeneca ada unsur tripsin dalam proses produksinya. Ada media yang digunakan memanfaatkan tripsin dari babi. Ya, kami percaya LPPOM-lah," kata Hasanuddin saat dihubungi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LPPOM MUI adalah lembaga di bawah MUI yang bertugas melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal. Sistem sertifikasi dan sistem jaminan halal yang dirancang serta diimplementasikan oleh LPPOM MUI telah diakui bahkan diadopsi oleh sejumlah lembaga sertifikasi halal luar negeri.
Hasanuddin mengaku, pihaknya sudah mempercayai LPPOM dalam belasan tahun terakhir. Tim auditor LPPOM, lanjut Hasanuddin, telah melakukan pengamatan yang menunjukkan pada tahap penyiapan inang virus, terdapat penggunaan bahan dari komponen yang berasal dari pankreas babi. Bahan tersebut digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier.
Sebelumnya Komisi Fatwa MUI telah menyatakan vaksin AstraZeneca boleh digunakan dalam kondisi darurat untuk mencegah penularan pandemi Covid-19.
Dengan temuan LPPOM itu, Hasanuddin mengatakan akan mencabut hukum mubah atau boleh penggunaan AstraZeneca manakala beberapa kondisi lain terpenuhi, salah satunya yakni kedatangan vaksin halal yang menggunakan merek lain.
"Ya akan di-cut jelas ya. Hukum bolehnya AstraZeneca sudah hilang kalau sudah ada vaksin halal yang lain," ujarnya.
AstraZeneca Indonesia menyatakan bahwa vaksin buatannya tidak mengandung babi dan hewan lain dalam proses produksinya. Pernyataan itu disampaikan untuk mengklarifikasi temuan MUI.
Pihak AstraZeneca menegaskan vaksin produksi kerjasama Oxford itu tidak mengandung komponen hewani sebagaimana yang telah disampaikan Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.
"Semua tahapan proses produksi vaksin ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," demikian pernyataan AstraZeneca dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/3).
Pihak produsen mengaku AstraZenexa telah disetujui lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Beberapa diantaranya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair dan Maroko. Bahkan menurut mereka, banyak Dewan Islam di seluruh dunia telah telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan umat Muslim.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi mengizinkan penggunaan vaksin AstraZeneca sejak Jumat (19/3). Perizinan itu diberikan usai sebelumnya BPOM memutuskan untuk melakukan penangguhan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca, usai laporan dugaan kasus pembekuan darah di sejumlah negara Eropa.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun mengatakan proses distribusi sekaligus program penyuntikan vaksin virus corona AstraZeneca, akan dimulai pekan ini.
(khr/pris)