Program Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusat Unggulan besutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mendapat kritik mulai dari kalangan pengamat pendidikan hingga kelompok guru.
Rencana pendampingan khusus dan pemberian dana hibah untuk sekolah yang lolos seleksi program SMK Pusat Unggulan itu dianggap tak cukup menjawab problem pendidikan advokasi dan kekurangan guru mata pelajaran produktif.
Pengamat Pendidikan dari Vox Populi Institut Indonesia, Indra Charismiadji mengungkapkan pendidikan vokasi masih menjadi salah satu jenjang pendidikan penyumbang terbesar pengangguran. Kondisi itu menurut dia disebabkan ketidaksinkronan antara sumber daya manusia yang disiapkan dengan kebutuhan di lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dia menganggap program SMK Pusat Unggulan belum mampu menjawab persoalan tersebut.
"Vokasi itu kan tenaga kerja siap pakai. Itu nggak bisa kita cuma bicara soal supply. Tetapi harus imbang demand dengan supply," tutur Indra ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (23/3).
Mengutip data Badan Pusat Statistik per 2020, didapati bahwa SMK mendominasi jumlah pengangguran. Sebesar 13,55 persen dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK. Indra pun menuturkan, persoalan tersebut tak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan pelatihan ke pendidik di SMK maupun sumber daya lulusan SMK.
Menurut Indra, peran pemerintah daerah juga justru harus didorong dalam pemetaan penyerapan sumber daya manusia dari jenjang SMK. Bali misalnya, lanjut dia, dalam beberapa tahun ini mendapatkan banyak turis asing dari China. Tapi tenaga kerja di sektor pariwisata justru tak banyak yang bisa menggunakan Bahasa Mandarin.
"Akhirnya yang menjadi tour guide berbahasa Mandarin di Bali orang Malaysia. Kalau yang orang Indonesia, orang Medan," ungkap Indra.
Ia mengatakan perkara seperti itu jika dipetakan sejak awal dan disinkronkan dengan persiapan sumber daya manusia dari SMK, seharusnya bisa ditanggulangi.
Indra menyarankan, pemerintah daerah seharusnya punya prediksi data inventarisasi latar belakang serta karakteristik turis dalam beberapa tahun ke depan. Sementara program SMK Pusat Keunggulan, lebih fokus pada pemberian pelatihan, hibah dana untuk sarana dan prasarana, dorongan kerja sama dengan industri, dan pendampingan dari perguruan tinggi.
Indra menilai koordinasi untuk memetakan kebutuhan sumber daya manusia di lapangan justru datang dari pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan dan strategi pembangunan.
Senada diungkapkan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang menyebut kendala utama SMK saat ini adalah kekurangan guru mata pelajaran produktif. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan SMK yang seharusnya fokus pada pendidikan praktik, justru lebih banyak diisi guru pelajaran normatif seperti PPKN, agama, dan bahasa.
Kemudian, lanjut dia, penyebaran SMK yang tak merata di penjuru daerah juga mengakibatkan SDM yang dihasilkan tidak sesuai dengan ketersediaan lapangan kerja dan kebutuhan bidang keahlian di wilayah tersebut.
"Sebab, kami melihat ada semacam over supply lulusan SMK jurusan tertentu, seperti teknologi informasi, komputer, akuntansi dan administrasi perkantoran," beber Satriwan melalui keterangan tertulis.
Sementara, konsep SMK Pusat Keunggulan menurut Satriwan, tak akan menyelesaikan kendala-kendala itu jika program diperuntukkan bagi SMK yang sudah dinilai unggul.
"Afirmasi SMK semestinya diberikan kepada sekolah SMK yang terpinggirkan, yang akreditas jurusannya rendah, serapan lulusannya rendah, bengkel dan ruang praktiknya minim, kompetensi gurunya belum baik," tambah dia.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan hanya ada 895 SMK di tujuh sektor prioritas yang berkesempatan mengikuti program SMK Pusat Unggulan. Ia menekankan SMK yang bisa ikut pun yang memenuhi 8 komitmen.
Konsep program seperti ini beberapa kali digunakan Nadiem di sektor pendidikan lain seperti program Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak.