Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, strain baru Covid-19 telah masuk Indonesia sejak 2021. Strain hasil mutasi virus corona itu disinyalir sebagai penyebab kelonjakan kasus infeksi Covid-19 di Eropa, selain dugaan longgarnya mobilitas masyarakat pasca vaksinasi.
"Beberapa negara di Eropa mengalami kenaikan kasus infeksi Covid-19. Dari pengamatan kami, terjadinya lonjakan ini karena adanya strain baru yang sudah ada di Indonesia sejak Januari dan adanya mobilitas yang terlalu agresif pembukaannya," kata Budi.
Sementara untuk Indonesia, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk ditemukan titik keseimbangan agar hasil penurunan angka infeksi Covid yang sudah terjadi karena PPKM Mikro dan vaksinasi dapat dipertahankan. Tujuannya, supaya angka infeksi di Indonesia tidak mengalami lonjakan seperti di Eropa, dan bisa terus turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, penerapan protokol kesehatan masih mutlak diperlukan meskipun seseorang sudah menerima vaksinasi. Pakar Epidemiologi Penyakit Menular M. Atoillah Isfandiari menyebut prokes sebagai jaminan keamanan. Pasalnya, orang yang sudah divaksin masih bisa terpapar Covid-19.
"Vaksin tidak mengubah atau menutup lubang hidung dan mulut jadi virus masih bisa masuk. Fungsi vaksin adalah membuat tubuh kita punya kekebalan sehingga ketika virus menginfeksi tidak berhasil menyebabkan gejala penyakit," katanya.
Atoillah menambahkan, orang yang tidak divaksin tidak akan mempunyai antibodi yang dibutuhkan untuk melawan virus. Sehingga ketika terinfeksi, tubuhnya akan mudah diporakporandakan virus.
"Vaksin itu tidak membuat kita menjadi sakti. Kalau terinfeksi sebatas diagnosis lab sangat mungkin. Dengan mendapatkan vaksin kalau terinfeksi tidak sakit. Vaksin memberi perlindungan dari dalam sedangkan prokes 3M melindungi dari luar," ujar Atoillah.
(rea)