Mayoritas masyarakat Indonesia diklaim bersedia menerima vaksin AstraZeneca, meski sempat menjadi polemik. Hal tersebut diketahui dari hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Survei berskala nasional itu dilakukan pada 23-26 Maret 2021 dengan melibatkan 1.401 responden yang dipilih secara acak dengan tingkat margin of error kurang lebih 2,7 persen.
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan, dari hasil survei menunjukan sekitar 38 persen warga mengetahui vaksin AstraZeneca. Dari jumlah tersebut, 55 persen pernah mendengar Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan vaksin itu haram, namun boleh digunakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari yang pernah mendengar pernyataan MUI tersebut, sekitar 53 persen bersedia divaksin dengan AstraZeneca, 34 persen tidak bersedia, dan 14 persen tidak menjawab," kata Deni dalam keterangan tertulis, Senin (29/3).
Menurut Deni, minat warga untuk melakukan vaksinasi dengan AstraZeneca ini relatif rendah dengan persentase 53 persen, masih di bawah target minimal 70 persen.
Lebih lanjut, menurut Deni, di kalangan warga beragama muslim, persentase mereka yang bersedia untuk menerima vaksin AstraZeneca juga cukup tinggi. Survei menunjukan ada sekitar 36 persen warga muslim mengetahui vaksin AstraZeneca.
"Dari yang tahu, 53 persen pernah mendengar MUI menyatakan vaksin itu haram, namun boleh digunakan. Dan dari yang pernah mendengar MUI menyatakan haram, yang bersedia divaksin dengan AstraZeneca 52 persen, 40 persen tidak bersedia, dan 8 persen tidak menjawab," jelas dia.
Sebelumnya, MUI mengeluarkan fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin AstraZeneca. MUI menyatakan vaksin tersebut memiliki kandungan yang haram, namun penggunaannya saat ini hukumnya dibolehkan atau mubah.
Pihak AstraZeneca Indonesia membantah hal tersebut dan menyatakan vaksin produksi mereka tidak mengandung babi dan hewan lain dalam proses pembuatannya.
(dmi/pris)