Juru Bicara Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang Muhammad Rahmad meminta Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta maaf kepada Presiden Jokowi dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Menurut Rahmad, tudingan mereka ihwal keterlibatan pemerintah dalam pelaksanaan KLB Demokrat di Deli Serdang ternyata salah.Sebab Kementerian Hukum dan HAM telah menolak permohonan pengesahan kepengurusan hasil KLB.
"Sebagai hamba yang beriman, dan menjelang puasa Ramadan, mudah-mudahan SBY dan AHY menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Presiden Jokowi, pemerintah dan kepada Bapak Moeldoko, karena telah menuduh macam-macam," ujar Rahmad dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Demokrat kubu AHY menuding ada peran pemerintah dalam proses kudeta melalui KLB. Apalagi, hasil KLB menunjuk Moeldoko sebagai ketua umum Demokrat.
Lebih lanjut, Rahmad mengatakan pihaknya menghormati keputusan Kemenkumham yang menolak kepengurusan hasil KLB. Menurut dia, hal tersebut membuktikan bahwa tidak ada sama sekali intervensi dalam persoalan internal Demokrat.
"Ini juga membuktikan bahwa Bapak Moeldoko telah difitnah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang telah menuduh pemerintah berada di belakang Bapak Moeldoko," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menolak kepengurusan Demokrat kubu Moeldoko dari hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Dengan demikian, AHY artinya masih diakui sebagai Ketua Umum Demokrat yang sah berdasarkan hasil Kongres 2020 oleh pemerintah. Yasonna mempersilakan kubu Moeldoko untuk menggugat masalah internal partai ke pengadilan.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyentil pihak-pihak yang selama ini menganggap pemerintah ikut campur dalam kisruh PartaiDemokrat. Dia menegaskan itu tidak benar.
Yasonna menyampaikan itu dalam konferensi pers tentang sikap pemerintah menolak untuk mengakui kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko pada hari ini, Rabu (31/3).
"Sebelum kami tutup, kami kembali menyesal kan statement dari pihak-pihak yang sebelumnya menuding pemerintah menyatakan campur tangan memecah belah partai politik," kata Yasonna
Salah satu pihak yang curiga adalah petinggi Demokrat Andi Mallarangeng. Selain itu, sejumlah pengamat politik, salah satunya dari Universitas Andalas yakni Feri Amsari berpendapat demikian.
"Sejauh ini saya melihat semua langkah moeldoko tidak mungkin tanpa restu presiden. Mana mungkin seorang kepala KSP bertindak tanpa sepengetahuan presiden. Tidak mungkin," kata Feri Amsari pada 9 Maret lalu.
(asa)