Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun turut menyayangkan penerbitan telegram yang dinilainya merupakan instruksi otoriter di Korps Bhayangkara.
Meskipun demikian, dia mengapresiasi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang dengan cepat langsung menarik instruksi tersebut begitu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Menurutnya, sikap itu perlu dipertahankan Listyo dalam memimpin aparat kepolisian saat ini.
"Harus diperbaiki agar tidak buat kebijakan keliru. Tapi, kalau keliru yang enggak apa-apa dicabut," kata Refly Harun saat dihubungi CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Legowo menyadari kekeliruan dengan mencabut. Harus dipertahankan, artinya Kapolri masih mau mendengar kritik," tambah dia.
Refly menyoroti sejumlah masalah dalam telegram 750 yang diterbitkan pada 5 April 2021. Pertama, kata dia, instruksi tersebut berpotensi menutup sumber-sumber informasi masyarakat terhadap tindakan aparat saat bertugas.
Meski ditujukan bagi internal kepolisian, dia mengamini telegram itu nantinya akan berdampak bagi kerja wartawan dalam meliput di lingkungan Polri. Pasalnya, bukan tak mungkin akses terhadap wartawan akan ditutup nantinya.
Belum lagi, Jukrah tersebut ditujukan bagi kepolisian di kewilayahan. Refly khawatir ketika telegram itu seandainya tak segera dicabut Listyo justru nantinya berisiko akan menjadi rentan disalah tafsirkan oleh aparat di daerah.
"Bisa dibayangkan kalau pers tidak memberitakan secara objektif, secara transparan, maka kekerasan yang dilakukan oleh aparat akan senantiasa bisa terjadi dan tanpa protes, tanpa pemberitaan yang memadai," kata dia.
"Jadi, sangat aneh ketika kapolri mengeluarkan hal seperti itu yang menurut saya tidak pada tempatnya dalam sebuah era demokrasi ya. Kecuali negara kita negara otokrasi," tambahnya.
![]() |
Refly mengatakan, akan lebih baik jika Listyo selaku Kapolri untuk menertibkan anak buahnya agar tak berbuat tindak kekerasan dan terlihat arogan di tengah masyarakat.
Dia mengingatkan fungsi kepolisian yang pertama ialah sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, kemudian keamanan dan ketertiban, barulah yang terakhir penegakkan hukum.
"Polisi harus bisa memberikan rasa aman dan menertibkan," ujar Refly.
"Mudah-mudahan tidak ada lagi produk-produk seperti ini yang bisa menyebabkan demokrasi kita berbahaya," tandasnya.
Kekhawatiran akan tertutupnya informasi mengenai aparat yang arogan selama bertugas menjadi salah satu hal yang diungkit saat telegram 750 terbit. Pasalnya, seringkali aksi polisi yang arogan tersebut viral di media sosial ataupun media massa sehingga menarik perhatian publik.
Sebelumnya, setelah memutuskan mencabut telegram tersebut, Listyo meminta maaf kepada publik atas kegaduhan yang terjadi karena instruksi yang dinilai multitafsir.
"Sekali lagi mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media, sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan institusi Polri agar bisa jadi lebih baik," kata Listyo Sigit kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Selasa (6/4).
Menurut dia, telegram tersebut semula diusung untuk membuat jajaran anggota kepolisian di bawahnya tidak bersikap arogan. Sehingga, kata dia, mereka menjalankan tugasnya sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Awalnya, mantan Kabareskrim itu mengaku ingin pula mewanti-wanti anggota agar dapat bertindak tegas namun tetap mengedepankan sisi humanis dalam menegakkan hukum di masyarakat.
"Arahan saya ingin Polri bisa tampil tegas namun humanis, namun kami lihat di tayangan media masih banyak terlihat tampilan anggota yang arogan, oleh karena tolong anggota untuk lebih berhati-hati dalam bersikap di lapangan," ucap pria yang pula dikenal sebagai mantan ajudan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Hal itu, kata dia, tak lepas dari gerak-gerik perilaku anggota yang selalu dipelototi masyarakat.
Oleh sebab itu, kata dia, perbuatan satu oknum polisi dapat merusak citra Korps Bhayangkara secara keseluruhan. Oleh sebab itu, telegram tersebut semua ingin memperbaiki kerja kepolisian.
(mjo/kid)