Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan pihaknya masih terus mencari keberadaan truk yang diduga menyembunyikan barang bukti terkait kasus dugaan suap pajak di Kalimantan Selatan.
"Semua informasi kita respons. Prinsipnya adalah KPK tetap melakukan pencarian terhadap barang bukti," kata Firli kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (13/4).
Firli tidak menyampaikan secara gamblang langkah yang sudah ditempuh oleh tim penyidik. Hanya saja, jenderal polisi bintang tiga ini meyakini bahwa lembaganya terus bekerja untuk mengungkap konstruksi kasus secara utuh berikut para tersangkanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK tetap bekerja mengumpulkan keterangan-keterangan saksi, sehingga dengan bukti tersebut akan muncul terangnya suatu perkara pidana," imbuhnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, sebelumnya mengungkapkan bahwa penyidik lembaga antirasuah sempat menerima informasi terkait keberadaan barang bukti kasus dugaan suap pajak di Kalimantan Selatan.
Ali menuturkan barang bukti tersebut disimpan di truk yang berada di sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Hanya saja, tutur dia, barang bukti tersebut diduga telah diamankan karena keberadaan truk tidak ditemukan di lokasi.
"Setelah tim penyidik KPK datangi lokasi, truk tersebut sudah berpindah tempat dan saat ini kami sedang melakukan pencarian," ujarnya, Senin (13/4).
Diketahui, tim penyidik KPK gagal mengamankan barang bukti terkait kasus dugaan suap pajak dari penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Barang bukti itu diduga kuat telah diamankan oleh pihak tertentu.
KPK mengingatkan akan adanya konsekuensi hukum terhadap pihak-pihak yang berupaya merintangi penyidikan yang tengah dilakukan.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada ancaman pidana yang diatur yakni pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
"Kami ingatkan kembali kepada pihak tertentu yang terkait dengan perkara ini tentang ketentuan Pasal 21 UU Tipikor yang telah dengan tegas memberikan sanksi hukum," tegas Ali.
(ryn/pris)