Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyoroti kualitas bangunan terkait banyaknya rumah yang rusak saat gempa mengguncang Malang, Jawa Timur pada Sabtu (10/4).
Diketahui, gempa dengan magnitudo 6,1 mengguncang Malang, pada Sabtu (10/4). Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per Senin (12/4), bencana itu mengakibatkan 1.361 rumah rusak ringan, 845 rumah rusak sedang, dan 642 rumah rusak berat.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan penyebabnya terkait dengan empat faktor. Pertama, buruknya struktur bangunan dan tidak memenuhi persyaratan tahan gempa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari hasil survei dan evaluasi di lapangan banyak ditemukan struktur bangunan yang tidak memenuhi persyaratan tahan gempa. Mayoritas bangunan tidak menggunakan struktur kolom pada bagian sudutnya," kata Dwikorita dalam keterangan tertulis, Rabu (14/4).
Penyebab kedua, lanjut Dwikorita, adalah kondisi batuan atau tanah setempat. Ia menyebut, kerusakan banyak terjadi pada endapan alluvium dan endapan lahar gunung api.
Sementara penyebab ketiga yakni kondisi topografi setempat yang berupa lereng lembah yang tersusun oleh tanah atau batuan dengan klasifikasi kerapatan tanah (densitas) sedang. Penyebab keempat adalah karena jarak terhadap pusat gempa.
"Ini temuan hasil survey Makroseismik dan Mikroseismik BMKG di Malang, Blitar, dan Lumajang. Salah satu titiknya yaitu di Desa Sumber Tangkil dan Desa Jogomulyan Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang yang merupakan wilayah terparah terdampak gempa," ujar dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sebenarnya gempa tidak membunuh atau melukai. Justru, menurutnya bangunan lah yang melukai bahkan membunuh manusia.
Oleh karena itu, kata dia, rumah atau bangunan perlu dipersiapkan dan direncanakan agar kuat dan tahan gempa.
"Potensi bahaya gempa bumi di Indonesia sangat besar, jadi harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan di daerah rawan gempa," tegasnya.
Dwikorita menuturkan hasil survey yang dilakukan BMKG tersebut akan diserahkan kepada Pemda setempat sebagai bentuk peta mikrozonasi kerentanan gempa bumi.
Selanjutnya, itu bisa menjadi dasar rekomendasi untuk rekonstruksi bangunan yang rusak atau roboh, agar dibangun pada zona dan standard bangunan yang tepat.
(yoa/arh)