Jatam Bantah Klaim Fadjroel Lahan IKN Tak Ganggu Hutan Primer

CNN Indonesia
Kamis, 22 Apr 2021 07:56 WIB
Koordinator Nasional Jatam tak setuju dengan Jubir Presiden yang menyatakan lahan untuk ibu kota baru di Kaltim tak akan mengganggu keberadaan hutan primer.
Foto aerial proyek Tol Balikpapan-Samarinda yang akan menjadi salah satu akses masuk ke ibu kota negara baru di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Juru Bicara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman menyebut lahan seluas 5.600 hektare di kawasan Paser Utara, Kalimantan Timur yang bakal jadi ibu kota negara baru Indonesia tidak akan mengganggu keberadaan hutan primer.

Menurut Fadjroel, lahan seluas 5.600 hektare itu merupakan peralihan dari hutan tanaman industri. Di hutan tersebut, secara rutin dilakukan penanaman dan penebangan pohon.

"Kita sama sekali tidak mengganggu hutan primernya. Sama sekali tidak," kata Fadjroel dalam dialog yang digelar secara virtual melalui siaran live akun Instagram pribadinya @fadjroelrachman dan akun @stafkhususpresiden_komunikasi, Selasa (20/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga mengatakan total lahan yang akan menjadi ibu kota baru itu seluas 256.000 hektare. Lahan di wilayah itu, kata Fadjroel, telah ditegaskan pemerintah tidak boleh diperjualbelikan.

"Tanah di 256.000 hektare itu tidak lagi diperjualbelikan. itu sudah tidak boleh," tegasnya.

Di satu sisi, secara terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menyanggah klaim Fadjroel tersebut. Menurutnya pembangunan ibu kota negara baru di Kaltim itu tetap akan berdampak pada kawasan hutan lindung.

Menurut Merah, luasan lahan 5.600 hektare itu merupakan kawasan ring 1 atau yang menjadi inti ibu kota negara baru. Di ring 2 ibu kota negara baru akan memakan lahan seluas 42.000 hektare. Sementara, di ring 3 adalah sisa luasan dari 256.000 hektare.

"Artinya itu tidak hanya 5.600 (hektare), 256.000 hektare," kata Merah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (20/4) malam.

Ia mengonfirmasi bahwa lahan seluas 5.600 hektare yang disebut akan menjadi kawasan Ibu Kota Negara memang alihfungsi dari hutan tanam industri PT ITCI Hutani Manunggal, milik pengusaha Sukanto Tanoto. Walaupun demikian, pihaknya memprediksi pembangunan ring 1 itu akan tetap berdampak pada beberapa kawasan lindung yang berdekatan dengan area itu.

Salah satunya, kata dia, Teluk Balikpapan yang menjadi ekosistem mangrove sepanjang 17 kilometer.

Teluk tersebut menyimpan keanekaragaman hayati seperti pesut Teluk Balikpapan dan Dugong. Sebanyak 10.000 nelayan juga menggantungkan hidupnya pada ekosistem teluk itu karena menjadi habitat udang, kepiting, dan sebagainya.

"Siapa bilang tidak ada yang terganggu lingkungan di situ. Teluk Balikpapan itu ada di 5.600 (hektar), itu hulunya. Dan itu akan menghancurkan ekosistem mangrove di situ. Belum lagi nanti akan dibuat pelabuhan dan sebagainya," kata Merah.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (5/12).Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Selain itu, sambungnya, kawasan lindung Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wain, dan Hutan Lindung Sungai Manggar juga akan terdampak karena berada di dekat ring 1 rencana lahan ibu kota negara baru.

Ia mengatakan kawasan-kawasan lindung itu selama ini menjadi sumber air bagi masyarakat Balikpapan.

Pada kondisi normal kata Merah, daerah Balikpapan kerap mengalami kesulitan air bersih. Balikpapan sendiri memang merupakan kawasan pesisir pantai. Jika kawasan konservasi itu terganggu, daerah tersebut akan mengalami krisis air.

"(akan) Krisis. Karena dia kawasan pesisir laut, dekat dengan laut. Jadi dia cadangan air tawarnya cuma dari sungai dan hutan lindung, Sungai Wain, hutan lindung sungai Manggar, dan juga Tahura Bukit Soeharto," tuturnya.

Selain itu, pembangunan kawasan ring 1 ibu kota negara juga akan berdampak terhadap masyarakat adat Suku Balik yang tinggal di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara dan termasuk dalam area 5.600 hektar.

Suku Balik, Kata Merah, berbeda dengan masyarakat asli Penajam Paser Utara. Mereka telah mendiami kawasan itu sejak sebelum masa kemerdekaan. Secara historis, mereka juga disebut berhubungan dengan daerah Balikpapan.

"Jadi ancamannya terhadap orang-orang Suku Balik. Itu ada di Sepaku, seperti desa Pemaluan. Dan pemerintah nggak pernah mengajak bicara masyarakat ini," tuturnya.

Fadjroel Tak Bicarakan Lebih Jauh Aspek Lingkungan Hidup

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER