Wakil Ketua Komnas HAM, Amirudin Al Rahab menilai Rancangan Peraturan Presiden tentang Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran Ham yang Berat (UKP-PPHB) melalui mekanisme non yudisial perlu dirombak sebelum disahkan.
Amir menganggap isi dari draf Perpres tersebut banyak yang ruang lingkupnya melampaui Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Padahal, kedudukan undang-undang berada di atas Perpres.
"Jadi saya ingin menyampaikan, perlu sepertinya rancangan perpres itu jika memang ada dan resmi, perlu perombakan luar biasa karena kalau lingkupnya seperti tadi dia tidak bisa melakukan itu karena melampaui UU," ucap Amir dalam diskusi Meretas Jalan Keadilan Bagi Korban Pelanggaran HAM Berat, Rabu (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa Pasal yang rancu menurut Amir di antaranya adalah pasal 3 dan pasal 4. Dalam Pasal 3 dijelaskan UKP-PPHB melaksanakan penanganan atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan kesimpulan hasil penyelidikan Komisi nasional hak asasi manusia.
Menurut Amir, itu keliru sebab hasil kerja penyelidikan Komnas HAM tersebut adalah dokumen tindak pidana dan hanya bisa ditindaklanjuti oleh otoritas konteks hukum pidana.
Selain itu, dalam Pasal 4 dijelaskan, penetapan status korban, jumlah, dan jenis kebutuhan/bantuan dalam rangka pemulihan korban dapat dilakukan berdasarkan data hasil verifikasi lembaga perlindungan saksi dan korban.
Amir menjelaskan, penanganan pemulihan korban saat ini sudah dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dengan demikian, pemerintah tidak perlu membuat unit baru, cukup memaksimalkan fungsi-fungsi LPSK.
"LPSK sudah memiliki kewenangan berdasarkan UU dalam menangani memberikan bantuan bukan dalam rangka menyelesaikan HAM, tapi memberikan bantuan kepada korban yang sudah mendapatkan keterangan dari Komnas HAM," ucapnya.
"Kalau untuk memberikan bantuan, saran saya LPSK kasih aja anggaran yang lebih besar, sehingga dia bisa memberikan bantuan psikososial lebih baik kepada korban sambil menunggu penyelesaian UU yang ada," sambungnya.
Amir mengaku bingung urgensi dikeluarkannya Perpres tersebut. Sebab ia tidak menemukan kejelasan dari pasal-pasal yang telah dikajinya.
"Kalau kita melihat dua pasal ini lucu. Sebenarnya mau bekerja untuk apa dan menjawab untuk apa?" ucapnya.
Diketahui, dalam Draf Perpres yang diterima CNNIndonesia.com dari sumber di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dikatakan unit kerja presiden berada di bawah naungan Menko Polhukam.
Dalam Pasal 5 dijelaskan, penanganan HAM yang dilakukan tim akan melalui mekanisme non yudisial berupa upaya pemulihan dan rekonsiliasi yang dilakukan untuk mewujudkan perdamaian dan kesatuan bangsa.
"UKP-PPHB mempunyai tugas melaksanakan penanganan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat melalui mekanisme non yudisial dalam bentuk upaya pemulihan dan rekonsiliasi untuk mewujudkan perdamaian dan kesatuan bangsa," demikian bunyi Pasal 5.
(yla/bmw)