Vidi mematung di terminal 1 penerbangan domestik Bandara Soekarno Hatta. Tangannya memegang troli berisi tumpukan barang.
Ada dua koper, dua tas ransel, satu tas gunung, dan satu kardus bekas mi instan. Semuanya tertutup rapat hingga tak bisa ditebak isinya.
Suara napas Vidi sesekali terdengar dari balik masker yang dipakainya. Meski sedikit panas, ia tak berani melepas maskernya. Ia lebih takut terpapar Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bengong cukup lama. Empat jam perjalanan lewat jalur udara dari NTB ke Tangerang cukup membuatnya sedikit ling-lung. Belum lagi, dengungan di kuping akibat tekanan udara di pesawat masih terasa.
Pukul 07.00 WIB,Vidi terbang dari Bandara Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, ke Bandara Soekarno Hatta. Ia tiba di bandara tujuan pukul 10.00 WIB.
Seiring dengungan di kupingnya menghilang, Vidi bangun dari lamunan. Ia pun mulai lancar bercerita tentang alasan mudiknya tahun ini kepada CNNIndonesia.com, Jumat (23/4).
Vidi memilih moda transportasi udara sebab menurutnya lebih efektif mengingat cuti dari kantornya di NTT terbatas.
Jika ia mengambil jalur darat atau laut, kata dia, akan memakan banyak waktu, bahkan bisa sampai seminggu.
"Keburu abis jatah cutinya," kata dia.
Sejak jauh-jauh hari, sebelum ia memesan tiket pesawat, ia sudah berbelanja oleh-oleh untuk keluarganya di Tangerang.
Ia kemudian membungkusnya dengan hati-hati dan memasukkan oleh-oleh itu ke sejumlah tas yang dimilikinya. Karena tak cukup, ia akhirnya menggunakan kardus bekas mi instan.
Malam sebelum keberangkatan, ia mulai membereskan barang-barang pribadi yang akan dibawanya. Ia tak sabar menjemput besok.
"Ini isinya pakaian," kata Vidi sambil menunjuk satu tas ransel di depannya.
Ia kemudian berkata, "Tapi kebanyakan oleh-oleh sih. Ada kopi, madu, susu kedelai, ada terasi juga. Asli sana, yang enggak ada di sini."
Pukul 04.00 pagi, ia sudah bangun. Ia kemudian mencuci muka dan sahur. Setelah sahur, ia tak langsung tidur. Ia melanjutkan ibadah salat subuh dan pergi ke bandara.
![]() |
Vidi mengaku merasa senang karena akhirnya ia akan berjumpa dengan keluarganya, setelah dua tahun tak bertemu.
Awal kedatangan pandemi Covid-19 ke Indonesia membuatnya harus menahan diri tak pulang kampung ke Tangerang. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan larangan mudik.
Sebenarnya, tahun ini pemerintah juga mengeluarkan larangan yang sama. Peraturan itu mulai berlaku pada 6-17 Mei mendatang. Menyusul peraturan itu, pemerintah juga mengeluarkan aturan pengetatan mudik pada22 April-5 Mei dan 18 Mei-24 Mei.
Karena penetapan itu sudah diumumkan dari jauh hari, banyak orang memanfaatkan jeda sebelum larangan berlaku untuk mudik lebih awal.
"Pulang sebelum dilarang," kata dia.
"Tahun lalu saya enggak mudik karena bandara tutup jadi enggak ada kesempatan buat mudik.Tahun ini mudik lah," katanya lagi.
Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh Nina, warga Medan yang tinggal di Jakarta. Nina bersemangat karena persyaratannya tidak sesulit yang dia kira.
Ia hanya harus melakukan rapid test antigen yang berlaku 1×24 jam. Itu juga bisa dilakukan di bandara. Tanpa pikir panjang, Nina cepat-cepat memesan tiket pesawat sebelum mudik dilarang.
"Kan nanti dilarang mudik," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (23/4).
Ia tiba di bandara Soetta sekitar pukul 11.00 WIB dengan menenteng satu koper dan menggendong anaknya yang masih kecil.
Sampai pukul 11.45 WIB, dirinya masih duduk di kursi tunggu bandara. Jadwal keberangkatannya ke Palembang masih beberapa jam lagi.
Bagi Nina, mudik punya makna tersendiri. Mudik bukan sekadar pulang kampung, tapi juga memanfaatkan waktu untuk menyapa orang-orang terdekatnya secara langsung.
"Soalnya ibu sama ayah. Nenek udah tua banget. Sayang mumpung masih hidup. Disempetin," ucapnya.
(yla/has)