ANALISIS

Problem Anggaran Alutsista di Balik Tenggelam KRI Nanggala

CNN Indonesia
Rabu, 28 Apr 2021 06:44 WIB
Insiden kapal selam KRI Nanggla-402 tenggelam berbuntut kritik pada pengelolaan anggaran alutsista di bawah Kemenhan.
KRI Nanggala-402. (Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta, CNN Indonesia --

Insiden tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan utara Bali berbuntut kritik panjang terhadap pengelolaan anggaran alat utama sistem pertahanan (alutsista) di bawah Kementerian Pertahanan.

Kapal buatan Jerman yang diproduksi tahun 1978 itu dinilai rapuh termakan usia karena tak ada perbaikan layak terkait pengadaan alutsista. Kondisi ini bertolak belakang dengan anggaran 'jumbo' yang diterima kementerian di bawah Prabowo Subianto itu tiap tahun.

Dikutip dari dokumen Nota Keuangan dan APBN lima tahun terakhir, anggaran Kemenhan berkisar di angka Rp100 triliun. Anggaran Kemenhan berada di angka Rp99,5 triliun (2016), Rp108 triliun (2017), Rp107,7 triliun (2018), Rp108,4 triliun (2019) dan Rp131,2 triliun (2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2021, Kemenhan dapat jatah Rp137,2 triliun. Namun, anggaran yang dialokasikan untuk alutsista hanya berada di angka Rp43 triliun. Anggaran paling banyak digunakan untuk Program Dukungan Manajemen sebesar Rp72,3 triliun.

Anggaran yang telah dibelanjakan untuk alutsista selama lima tahun terakhir juga tak besar. Dari dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2021, belanja alutsista sejak 2016 tak pernah tembus Rp20 triliun.

Sementara tahun ini, anggaran pengadaan alutsista sebesar Rp9,3 triliun. Adapun biaya pemeliharaan dan perawatan (harwat) alutsista sebesar Rp20,3 triliun.

TNI AD mendapat jatah Rp2,7 triliun untuk pengadaan material dan alutsita strategis serta Rp1,3 triliun untuk perawatan alutsista Arhanud, overhaul pesawat terbang, dan heli angkut.

TNI AL mendapat alokasi anggaran Rp3,8 triliun untuk pengadaan kapal patroli cepat dan peningkatan pesawat udara matra laut. Selain itu, mereka mendapat Rp4,3 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan alutsista serta komponen pendukung alutsista.

Adapun TNI AU mendapat anggaran Rp1,2 triliun untuk pengadaan Penangkal Serangan Udara (PSU) dan material pendukung. Lalu ada anggaran Rp7 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat tempur.

Koordinator Program Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis menilai, anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista terlampau kecil.

Dia berpendapat seharusnya Indonesia menganggarkan 5-10 persen dari APBN untuk alutsista. Namun, anggaran Kemenhan secara keseluruhan tahun ini hanya sekitar 7 persen dari APBN.

"Dari persentase masih kecil dan dilihat dari 2014-2019 tidak ada belanja yang signifikan, tidak banyak alutsista yang datang, kecuali helikopter Apache TNI AD," ucap Beni saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (26/4).

Beni menilai perlu ada pembenahan dalam penganggaran alutsista dengan mengkaji ulang peta jalan pengadaan alutsista yang termaktub dalam Minimal Essential Force (MEF).

Menurutnya, penganggaran saat ini tak sesuai target yang dituang dalam MEF. Dia mempertanyakan fokus pemerintah dalam membenahi alutsista usai kejadian KRI Nanggala 402.

"Perlu ada redefinisi MEF untuk melihat prioritas yang lebih penting sehingga keluar suatu anggran yang lebih masuk akal," kata Beni.

CNNIndonesia.com telah berupaya menghubungi Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak untuk bertanya perihal pengelolaan anggaran di Kemhan sejak Prabowo menjabat. Namun, baik pesan singkat maupun telepon tak direspon oleh yang bersangkutan.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Anggaran Tak Jelas

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER