Pria berinisial S, salah satu tersangka kasus dugaan pelanggaran larangan masuk dan karantina dari India ke Indonesia merupakan pensiunan pegawai di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta.
Dalam kasus ini, polisi diketahui menetapkan empat tersangka yakni WNI dari India berinisial JD, S, RW, dan GC. Seorang WNI penumpang pesawat dari India membayar sejumlah uang ke orang yang mengaku petugas bandara agar lolos dari kewajiban karantina kesehatan pencegahan Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia dulu memang mantan pegawai, pensiunan dari [dinas] pariwisata, sudah pensiun," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya menerangkan tentang tersangka berinisial S, Rabu (28/4).
Polisi sebelumnya juga menemukan kartu pas bandara milik S. Dengan kartu pas itu, S dan anaknya, RW bebas masuk-keluar area bandara.
"Tahu seluk-beluk di bandara, bahkan bisa keluar kartu pasnya, ini kami masih dalami, termasuk si RW juga sama," ucap Yusri.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Gumilar Ekalaya telah membantah dua orang yang diduga meloloskan WNI dari India berinisial JD dari proses karantina, merupakan pegawainya.
Gumilar juga menegaskan kedua orang tersebut tidak berafiliasi dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Bersama ini kami klarifikasi bahwa kedua orang tersebut bukan ASN atau pegawai Dinas Pariwisata," kata Gumilar saat dihubungi, Selasa (27/4).
Polisi sendiri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus lolosnya penumpang pesawat asal India dari karantina kesehatan Covid-19 di Bandara Soekarno-Hatta. Para tersangka menurut polisi memiliki peran berbeda.
Tersangka JD merupakan WNI dari India yang pulang ke Indonesia. Dia diduga membayar Rp6,5 juta agar lolos dari proses karantina kesehatan pencegahan Covid-19.
Lalu, S dan RW diduga berperan membantu pengurusan segala dokumen yang dibutuhkan oleh JD. Terakhir, tersangka GC berperan memasukkan data JD ke hotel rujukan meski WNI itu tak pernah menjalani karantina di hotel tersebut.
Para tersangka dikenakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Mereka tidak ditahan karena ancaman hukuman pidana di bawah lima tahun penjara.