Sementara itu, pengamat terorisme, Ridlwan Habib, menyatakan tidak melihat keterkaitan antara penangkapan Munarman dengan 'pembersihan' FPI. Sebab, FPI sudah dibubarkan pemerintah.
"Apa yang harus dibersihkan? Toh, FPI sudah dibekukan. Sudah tak ada organisasi ini. Jadi, tidak ada menurut saya pembersihan. Dalam hal ini konteksnya penegakan hukum tindak pidana teror," ucap Ridlwan kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (28/4).
Pengusutan terhadap tindak pidana terorisme, menurut Ridlwan, selalu mengarah kepada orang per orang, bukan organisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam tindak pidana terorisme itu selalu perorangan. Yang dibidik itu orang bukan organisasi. Jadi, dalam hal ini Munarman sebagai Munarman. Bukan Munarman sebagai FPI, bukan Munarman pengacara HRS [Rizieq Shihab]," kata dia.
Alumni Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia (UI) ini meyakini polisi telah mengantongi alat bukti yang cukup hingga akhirnya menangkap Munarman, Selasa (27/4) kemarin.
"Analisis saya, baru sore kemarin Densus merasa bukti mereka cukup kuat," imbuhnya.
Polisi mengatakan tim Densus 88 menyita beberapa botol berisi nitrat jenis aseton saat proses penangkapan Munarman.
Begitu pula saat penggeledahan di bekas markas FPI kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Polisi mengamankan beberapa botol plastik berisi cairan Triaseton Triperoksida (TATP).
"Ini merupakan aseton yg digunakan untuk bahan peledak mirip yang ditemukan di Condet dan Bekasi beberapa waktu lalu," kata Ahmad Ramadhan.
Di pihak lain, pengacara Munarman, Sugito Atmo Prawiro meyakini kliennya tak terlibat kasus dugaan tindak pidana terorisme.
Sugito mengatakan para mantan pengurus FPI maupun secara organisasi tak pernah sekali pun terlibat tindak pidana terorisme. Kalau ada, dia mengatakan hal tersebut hanya ulah oknum dan statusnya sekadar simpatisan FPI di daerah.
(ryn/pmg)