Eks Bupati Kepulauan Talaud Tersangka Gratifikasi Rp9,5 M
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014 sampai 2017. Dalam sejumlah proyek tersebut, Sri Wahyumi diduga menerima uang sebesar Rp9,5 miliar.
"KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan berbagai Informasi dan data sehingga telah dipenuhinya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya, KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan SWM sebagai tersangka," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, Kamis (29/4).
Karyoto mengatakan penyidik telah memeriksa 100 orang saksi selama proses penyidikan. Selain itu, pihaknya juga sudah menyita berbagai dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan perkara.
Sri Wahyumi langsung ditahan untuk waktu 20 hari pertama terhitung sejak 29 April hingga 18 Mei 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih.
Kasus dugaan penerimaan gratifikasi merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 yang menjerat Sri Wahyumi.
Karyoto menuturkan Sri Wahyumi berulang kali melakukan pertemuan dengan para ketua Pokja pengadaan barang dan jasa (PBJ)-- John Rianto Majampoh, Azarya Ratu Maatui dan Frans Weil Lua-- sejak dilantik sebagai bupati Kepulauan Talaud 2014-2019.
Sri Wahyumi diduga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para ketua Pokja PBJ untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.
Lihat juga:Bertemu KPK, Mahfud Terima Dokumen BLBI |
Ia diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung. Serta memerintahkan Ketua Pokja PBJ untuk meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian fee rekanan tersebut.
"Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp9,5 miliar," terang Karyoto.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(ryn/ain)