Amnesty Indonesia: 18 Korban UU ITE Sejak Awal 2021
Amnesty International Indonesia mencatat ada 18 korban dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sejak awal 2021 sampai Maret.
Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, juga mencatat dalam rentang waktu itu terjadi 15 kasus terkait UU ITE.
"Ada pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan Undang-Undang ITE sepanjang 2021 ini, ada 15 kasus, korbannya sudah 18," ucap Nurina dalam diskusi daring 'Peluncuran Kertas Kebijakan' di Youtube AJI Indonesia, Kamis (29/4).
Nurina menjelaskan, korban UU ITE dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2019 tercatat ada 24 pemidanaan terhadap warganet. Kemudian pada 2020, bertambah menjadi 84 kasus pemidanaan.
Menurut dia, dalam UU ITE banyak memuat pasal karet yang membahayakan. Selain itu, pasal-pasal tersebut juga multitafsir dan tidak mempunyai tolok ukur yang jelas.
Terkait itu, ia mendesak agar UU ITE direvisi sebagai implementasi perbaikan sistem hukum pidana dan siber. Sebab, UU tersebut menurut Nurina sudah banyak memakan korban.
"Yang pertama adalah karena di dalamnya ada pasal-pasal karet, pasal-pasal yang bermasalah. Kenapa? Karena tidak ada tolok ukur yang jelas," ucapnya.
Lihat juga:Pemerintah Tidak Akan Cabut UU ITE |
Ia menyayangkan pada tahun ini, DPR tidak memasukan revisi UU ITE ke dalam prioritas program legislasi nasional (prolegnas). Terbaru pemerintah juga telah memutuskan tak akan mencabut UU ITE karena dianggap masih diperlukan untuk aturan hukum dunia digital.
Revisi nantinya hanya akan dilakukan dalam skala kecil jika ada perubahan atau perbaikan frasa. Pemerintah juga berencana membuat semacam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri dan lembaga yang ditandatangani oleh Kominfo, Kejaksaan Agung dan Kapolri yang memuat penjelasan pedoman UU ITE.
(yla/pris)