Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Jika tidak, katanya, akan makin banyak surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terbit di KPK.
Diketahui, MK akan memutus uji materi atau judicial review terkait revisi Undang-Undang yang beranama lengkap UU No. 19 Tahun 2019 hasil perubahan dari UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, besok, Selasa (4/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lihat saja pemberian SP3 kasus BLBI. Jelas, ini merupakan luka bangsa. Ketentuan yang menyebut satu perkara dapat di SP3 jika dalam masa dua tahun tidak dapat dibuktikan dengan dua barang bukti akan memberi kemungkinan banyak kasus yang akan di SP3," kata Ray, Senin (3/5).
Menurut dia, saat ini pemberantasan korupsi bergantung pada keinginan atau niat pada komisioner lembaga tersebut dalam mencari bukti kasus. Situasi bisa bertambah buruk jika para komisioner lembaga antirasuah merupakan para dari partisan politik.
Ujungnya, sebuah kasus otomatis bisa mudah dihentikan, seperti dalam kasus BLBI. Boleh jadi, ia memprediksi akan lebih banyak lagi kasus yang akan dihentikan karena alasan tak ada bukti baru.
"Jelas hasil revisi undang-undang KPK itu begitu menyeramkan bagi nasib pemberantasan korupsi di Indonesia," imbuhnya.
Menurut Ray, keputusan hakim MK besok akan menentukan upaya terakhir masyarakat antikorupsi dalam melawan upaya pelemahan lembaga antirasuah sejak revisi UU tersebut diketuk 2019 lalu.
"Kita segenap rakyat Indonesia, berharap kepada hakim-hakim Mahkamah Konstitusi, kiranya dapat mengabulkan permohonan judicial review disampaikan oleh masyarakat," kata Ray.
![]() |
Menurut Ray, Revisi UU KPK selama ini telah memberi ruang bagi para politisi dan birokrat korup melakukan aksinya. Itu dibuktikan dengan dua menteri dari Kabinet Presiden Jokowi yang secara beruntun dicolok dalam operasi tangkap tangan (OTT) dan ditetapkan sebagai tersangka.
Kondisi itu belum termasuk sederet kepala daerah dan anggota dewan yang mengalami hal serupa. Tragisnya, kata Ray, upaya pelemahan KPK juga terlihat terus dilakukan dari dalam.
Misalnya, menyoroti kasus bocornya rencana penggeledehan yang mengakibatkan sejumlah barang bukti yang hilang, termasuk kasus suap penyidik dan jual beli perkara.
"Saya kira sulit untuk menepis bahwa Revisi Undang-Undang KPK yang lalu, seperti memberi angin kepada para koruptor untuk kembali melakukan aktivitas menyolong uang negara," tandasnya.
(thr/arh)