Melas Pemudik dan Nurani Petugas Penyekatan di Malam Takbir
Suara bocah merayakan malam Idulfitri dengan takbir melalui pengeras suara salah satu masjid di tepi jalan Pantura terdengar riang.
Namun, keriangan itu terkubur di salah satu simpang Kedungwaringin, tempat puluhan petugas menutup jalan dan menghalau ratusan pemudik.
Wajah keras petugas, mimik jengkel dan kebimbangan pemudik membuat suasana malam hari raya menjadi tegang. Belum lagi udara yang pengap dan klakson pengendara yang terjebak macet.
"KTP bapak mana? Kalo bukan KTP Karawang, putar balik," kata petugas di pos penyekatan Kedungwaringin, Rabu (12/5) malam.
Beberapa pengendara berpelat B dan T mengeluarkan kartu identitas mereka, sementara pengendara motor pelat lainnya berputar balik tanpa sempat menunjukkan apa pun.
Namun, di antara puluhan pemudik yang diputar balik malam itu, seorang pengemudi bersikukuh bertahan di depan aparat.
"Puter balik dulu aja, Pak. Mohon kerja samanya. Sama, semua juga sama," kata polisi.
Pemudik itu tak goyah. Wajahnya terlihat kalut. Matanya menatap kosong ke depan, ke balik pembatas jalan polisi berwarna oranye. Sesuatu seperti mendorongnya untuk tetap maju.
"Kalau bapak saya mati di kampung gimana?" kata pemudik yang pulang seorang diri itu memelas.
Namun, polisi itu tak mendengar. Deru mesin, knalpot, dan bising klakson mengganggu pendengarannya.
"Apa?" tanya polisi.
"Kalau bapak saya mati gimana?" kata pemudik mengulang.
Polisi itu tak menjawab. Suasana canggung dan bimbang berkembang di tengah kemacetan.
"Bapak saya jantung. Ibu saya telepon tadi," kata pemudik itu lagi.
Sebentar kemudian, ia menunjukkan layar ponselnya. Namun, polisi itu tak menjawab. Ia berhenti meminta pemudik itu berputar balik, sekaligus tak membiarkannya lewat.
Namun, antrean kendaraan telah mengular di belakang. Bunyi klakson bersahutan, mewakili rasa jengkel mereka yang terjebak macet.
Pemudik tersebut akhirnya dibiarkan lewat.
Kejadian meloloskan pemudik karena persoalan nurani ini bukan hanya sekali terjadi. Kepala Pos Pengamanan (Kapospam) Kedungwaringin, Albarzani, mengaku pihaknya beberapa kali mengizinkan pemudik dengan alasan mendesak untuk lewat.
Beberapa dari mereka mengatakan ibunya sakit, anaknya baru menjalani operasi, atau istrinya melahirkan. Mereka pun menunjukkan foto anggota keluarga yang sakit. Pihak Albarzani lantas memberi jalan kepada mereka.
"Secara manusiawi, kita juga menerima lah keadaan seperti itu," kata Albarzani.
(iam/has)