Jokowi dan KPK di Pusaran Debat Muhammadiyah vs Ngabalin

CNN Indonesia
Jumat, 14 Mei 2021 12:02 WIB
Muhammadiyah menyoroti pelemahan KPK mendekati paripurna di era Jokowi. Tenaga Ahli Utama KSP Ali Ngabalin menyebut yang mengkritik Jokowi berotak sungsang.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqqodas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto menilai tak ada yang salah dalam pernyataan Busyro. Disebutnya bahwa ada landasan argumen dan yang jelas dan obyektif dari Busyro. Yang tak pantas adalah respons Ngabalin terhadap kritik tersebut.

Dia juga mengingatkan Presiden Joko Widodo agar terbuka terhadap kritik. Sunanto meragukan pernyataan Ngabalin itu sebagai representasi Jokowi.

"Saya rasa sudah sangat berlebihan dan sudah tidak beretika. Seharusnya dia meminta maaf atas pernyataan itu karena itu juga merugikan pada semua proses yang dilakukan Pak Jokowi," ujar Sunanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (13/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau menunjuk, empat jari ke diri kita sendiri. Jangan-jangan yang sungsang Pak Ngabalin," imbuh dia.

Pihak Istana sampai detik ini masih belum memberikan penjelasan utuh soal TWK KPK yang mengundang kritik dari masyarakat luas.

Di sisi lain, nasib 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK sudah diputus Firli. Mereka kini dinonaktifkan dan diminta menyerahkan tugas-tugas ke masing-masing pimpinan.

Para pegawai itu dibebastugaskan lewat Surat Keputusan (SK) tertandatangan Plh. Kepala Biro SDM KPK Yonathan Demme Tangdilintin.

SK tersebut berisi penetapan keputusan pimpinan KPK atas hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). SK ini ditandatangani pada 7 Mei 2021.

Salah seorang pegawai KPK yang tak lolos TWK, Tata Khoiriyah, mengaku tertekan usai dinonaktifkan karena tak lulus tes. Tekanan serupa dialami rekannya yang juga mengalami ketakjelasan status.

Tata bahkan menyebut rekannya itu mengalami tekanan mental berat sampai tidak bisa tidur, sesak napas, hingga kehilangan nafsu makan. Kondisi makin parah setelah kegagalan tes itu berpotensi menggiring anggapan sejumlah pihak melabeli 75 orang yang tak lulus TWK sebagai Taliban.

"Kami berdua merasa berat karena di luar sudah terlanjur berkembang narasi Taliban sehingga secara tidak langsung ada stigma 75 yang TMS ini ada indikasi radikal," ungkap Tata.

"Pelabelan radikal dan tuduhan itu sempat membuat kami bernyali ciut. Kok rasa-rasanya seperti tertuduh," kata dia menambahkan.

(wis/nma)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER