ANALISIS

KPK era Firli Bagaikan Bebek Lumpuh yang Dipenuhi Konflik

CNN Indonesia
Sabtu, 22 Mei 2021 11:12 WIB
Pengamat menilai kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri sejauh ini merosot, termasuk soal TWK yang menjadi persoalan beberapa pekan terakhir.
Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan kinerja pemberantasan korupsi di bawah pimpinan Firli pun merosot secara kuantitas dan kualitas.

Diketahui, Firli dan empat komisioner lain--Lily Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Nawawi Pomolango--dilantik jadi pimpinan KPK di Istana Negara pada 20 Desember 2019 setelah disetujui DPR untuk masa jabatan hingga 2023.

Kurnia mengatakan berdasarkan laporan pengamatan pihaknya mendapati penurunan angka kasus yang ditindak KPK pada periode 2019 dan 2020.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2019, tercatat 145 kasus masuk ke tingkat penyidikan, 153 kasus ke tingkat penuntutan dan 136 kasus ke tingkat eksekusi.

Sementara sepanjang tahun 2020 tercatat hanya 91 kasus yang masuk ke tingkat penyidikan, 75 kasus ke tingkat penuntutan dan 108 kasus di tingkat eksekusi.

Tren operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK juga menurun drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, KPK hanya melakukan OTT 7 kali. Sementara pada 2019 jumlah OTT mencapai 21 kali, 30 kali pada 2018 dan 19 kali pada 2017.

Sementara secara kualitas, Kurnia mengatakan kasus-kasus yang diusut KPK di bawah kepemimpinan Firli juga masih banyak menuai kritik dan perlu dipertanyakan.

Ia menyoroti tiga kasus pengusutan korupsi yang menyeret nama-nama besar belakangan ini sebagai contoh.

"Yang pertama, dalam kasus komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sampai hari ini [eks caleg PDIP] Harun Masiku tidak mampu dideteksi dan diringkus KPK," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Jumat.

Kemudian, lanjut Kurnia, dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara. Ia mengatakan ada beberapa nama politisi yang hilang dalam surat dakwaan.

Lalu yang ketiga, Kurnia menyoroti kasus korupsi ekspor benih lobster yang melibatkan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Ia menyinggung sikap KPK yang memutuskan tidak memanggil Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar yang diduga terlibat.

Kurnia menilai merosotnya kuantitas dan kualitas penanganan perkara korupsi oleh KPK menandakan ada permasalahan yang perlu dibenahi dalam lembaga tersebut. Namun menurutnya, kendala itu sulit dibenahi karena bersumber dari meja pimpinan KPK.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (28/10).Peneliti ICW Kurnia Ramdhana. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Menunggu Taji Dewas KPK

Dalam insiden seperti ini, kata dia, sesungguhnya KPK sudah memiliki mekanisme pengawasan melalui Dewan Pengawas untuk memastikan lembaga tersebut memiliki performa yang baik.

Namun ia menyayangkan sikap Dewan Pengawas yang menurutnya belum menjalankan tugasnya dalam mengevaluasi kinerja KPK dan menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan dalam konflik belakangan.

"Maka yang paling ideal hari ini, ketua KPK mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Karena semua persoalan ini bersumber dari yang bersangkutan," lanjut Kurnia.

Sebanyak 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK itu sendiri telah mengadukan SK penonaktifan mereka oleh Firli dkk ke Ombudsman RI. Pasalnya, ada dugaan bakal menghambat kerja-kerja KPK yang menjadi tanggung jawab mereka sebelumnya. Satu di antaranya disampaikan Sujanarko--Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK.

Selain penanganan kasus yang terganggu, Sujanarko mengatakan penonaktifan 75 pegawai juga menghambat kerja-kerja KPK yang lain. Sebab, beberapa orang yang dinonaktifkan punya peran penting di KPK.

"Dengan dinonaktifkannya 75 pegawai, kasus-kasus yang ditangani semuanya mandek," ucap Sujanarko di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (19/5).

Infografis 4 Opsi Perlawanan Hukum 75 Pegawai KPK

Mengenai nasib 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK, menindaklanjuti pernyataan Jokowi, Firli dkk akan membahasnya bersama Kementerian PAN RB, Komisi ASN, dan BKN pada Selasa (25/5) mendatang.

"Mungkin ada yang bertanya adik-adik saya yang 75. Kami ingin pastikan, sampai hari ini tidak pernah KPK memberhentikan, tidak pernah KPK memecat dan tidak pernah juga berpikir KPK untuk menghentikan dengan hormat maupun tidak hormat," kata Firli dalam keterangan pers di Gedung KPK, Kamis (20/5).

Terkait kerja-kerja di dalam KPK, Firli menegaskan masih berlangsung normal karena merupakan kerja organisasi, bukan individu.

"Kami pastikan tidak ada perkara yang berhenti, tidak pernah ada perkara yang terlambat. Kita pastikan karena sistem KPK adalah sudah berjalan dan yang bekerja bukan perorangan, bukan satu orang, tapi semua pegawai dan insan KPK bekerja keras untuk melakukan pemberantasan korupsi secara bersama-sama," ujar Firli kala itu.

(fey/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER