Jakarta, CNN Indonesia --
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono mengungkap beberapa klaster pegawai lembaga antirasuah yang dinonaktifkan karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Hal itu disampaikan Giri dalam agenda 'KPK dan Perlawanan Balik Koruptor' yang dikutip CNNIndonesia.com dari akun Youtube PKSTV, Minggu (23/5).
"Diktum nomor 2 SK 652 mengagetkan kita semua," ujar Giri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diktum nomor 2 SK Nomor 652 berbunyi, "memerintahkan kepada pegawai sebagaimana dimaksud diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsungnya sambil menunggu keputusan lebih lanjut."
Berikut beberapa klaster pegawai yang tidak lulus TWK dan dibebastugaskan versi Giri:
1. Pengurus Wadah Pegawai
Giri mengatakan sejumlah pengurus dan mantan pengurus Wadah Pegawai (WP) KPK termasuk ke dalam kelompok pegawai yang tak memenuhi syarat untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Berdasarkan hasil asesmen TWK mereka dinilai tak lulus.
Beberapa nama dalam klaster ini antara lain Ketua WP, Yudi Purnomo Harahap (penyidik); mantan Ketua WP, Novel Baswedan (penyidik) dan Faishal (fungsional di Direktorat Penelitian dan Pengembangan); pengurus WP, M. Praswad Nugraha (penyidik), Tri Artining Putri (fungsional Humas), dan Novariza (fungsional Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi- PJKAKI).
Kemudian pengurus WP, Andi Abdul Rahman Rahim (fungsional gratifikasi); Benydictus Siumlala (fungsional peran serta masyarakat); Sekretaris Jenderal (Sekjen) WP, Farid Andhika (fungsional pengaduan masyarakat); dan mantan Sekjen WP, Aulia Posteria (penyelidik).
2. Pemeriksa Pelanggaran Kode Etik KPK
Giri mengungkapkan Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK, Hery Muryanto juga termasuk ke dalam nama yang tak lolos TWK. Saat menjabat sebagai Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM), Hery diketahui pernah memeriksa Firli Bahuri. Saat ini Firli menjabat sebagai ketua KPK.
Ketika itu, Direktorat PIPM menyatakan bahwa Firli selaku Deputi Penindakan KPK melakukan dugaan pelanggaran berat.
Firli terbukti bertemu dengan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang yang dilakukan sebanyak dua kali. Padahal, KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.
Kemudian Firli bertemu pejabat BPK Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Bahrullah hadir sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo perihal kasus suap dana perimbangan.
Selanjutnya Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta, 1 November 2018. Pertemuan itu tanpa izin pimpinan KPK.
Dalam klaster 'pemeriksa pelanggaran kode etik KPK' ini juga terdapat nama lain yang tidak lolos TWK dan dinonaktifkan.
Mereka adalah Chandra Reksodiprojo (panitera); NHS (Kasatgas pemeriksa internal); Arba (Kabag Umum mantan Pemeriksa Internal); dan Yulia Fu'ada (fungsional Dewan Pengawas/ fungsional PP LHKPN dan AW (Plh. Korsespim).
3. Kasatgas Penyidik dan Penyelidik
Giri menyebut sebanyak dua Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik dan tujuh Kasatgas Penyidik dinyatakan tak lolos TWK. Mereka saat ini tengah menangani kasus dugaan korupsi yang menarik perhatian publik. Seperti bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 hingga izin ekspor benih lobster (benur).
Teruntuk Kasatgas Penyelidik ada nama Harun Al Rasyid dan Iguh Sipurba. Sedangkan Kasatgas Penyidik ada nama Novel Baswedan, Ambarita Damanik, Rizka Anung Nata, Andre Dedy Nainggolan, Budi Sukmo, Budi Agung Nugroho, dan Afief Julian Miftah.
"Sembilan Kasatgas dari 75 [pegawai] itu. Ini Kasatgas tidak main-main semua. Narasinya bukan Novel dan kawan-kawan, ini sekelas Novel semua," kata Giri.
4. Pegawai Nonmuslim
Dari 75 pegawai yang dinonaktifkan, ada sejumlah pegawai non-muslim. Giri menjelaskan keadaan itu secara otomatis membantah narasi yang selalu mengaitkan puluhan pegawai KPK dengan Taliban, Kadrun, dan Radikal Islam.
"Selama ini, narasi 'mereka taliban, kadrun, radikal islam', tapi faktanya dari 75 pegawai, tujuh nasrani, satu buddha, satu hindu," ujarnya.
Pegawai KPK yang tidak lolos TWK beragama nasrani ada Andre Dedy Nainggolan (Kasatgas Penyidik); Hotman Tambunan (Kasatgas Pembelajaran Antikorupsi sekaligus pendiri Oikumene); Rasamala Aritonang (Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum).
Berikutnya H. Nababan (penyidik); T. Simanjuntak (fungsional Biro Hukum); SF. Siahaan (fungsional Biro SDM); dan Benydictus Siumlala (fungsional peran serta masyarakat).
Kemudian yang beragama Buddha ada Riswin selaku penyidik, sementara pegawai beragama Hindu ada IVK fungsional pengaduan masyarakat.
5. Pejabat Stategis/Tinggi
Giri mengatakan pegawai yang menduduki jabatan strategis juga turut dinonaktifkan. Sejumlah nama dalam klaster ini antara lain, Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK, Hery Muryanto (eselon IA); Direktur PJKAKI, Sujanarko (eselon IIA); Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Giri Suprapdiono (eselon IIA).
Kepala Biro SDM, Chandra Reksodiprojo (eselon IIA); Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum, Rasamala Aritonang (eselon III); Kepala Bagian Pelayanan Biro SDM, Nanang Priyono (eselon III); Kepala Bagian Umum, AMK (eselon III); Kepala Bagian Pengelola Gedung Biro Umum, ARB (eselon III); dan Kasatgas Pembelajaran Antikorupsi, Hotman Tambunan, eselon III.
Pelaksanaan TWK dalam rangka alih status menjadi ASN ini mendapat protes keras dari publik. Beberapa pihak menilai proses itu sebagai alat untuk menyingkirkan pegawai-pegawai lembaga antirasuah yang kritis dan berintegritas.
75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos juga melayangkan protes. Mereka sudah melaporkan pimpinan KPK kepada Dewan Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi.
KPK belum memutuskan nasib 75 pegawai yang tak lulus TWK tersebut. Ketua KPK, Firli Bahuri menyatakan pihaknya akan membahas intensif nasib puluhan pegawai tersebut bersama kementerian/lembaga lain pada Selasa (25/5).
"Yang pasti hari Selasa kita akan lakukan pembahasan secara intensif untuk penyelesaian 75 pegawai KPK, rekan-rekan kami, adik-adik saya bagaimana proses selanjutnya," ujar Firli kepada awak media di Kantornya, Jakarta, Kamis (20/5).