Saksi dari pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengungkap salah satu modus Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dalam meloloskan proyek bagi perusahaan tertentu.
Hal itu terungkap dalam sidang korupsi suap proyek pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021 dengan terdakwa Agung Sucipto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Kamis (27/5).
Sidang ini menghadirkan sembilan orang saksi, di antaranya mantan Kelompok Kerja (Pokja) 2 Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Andi Salmiati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di hadapan majelis hakim, Andi Salmiati menuturkan NA sempat memberikan instruksi kepada dirinya agar Pokja 2 dapat memberikan perhatian khusus untuk salah satu perusahaan milik terdakwa, Agung Sucipto, terkait proyek pembangunan jalan Munte-Botolembpanga, di Kabupaten Sinjai, tahun anggaran 2020.
"Waktu itu kita dari Pokjak 2 dikumpulkan. Di kantor milik Sari Pudjiastuti dan disampaikan Kepala Biro PBJ, Ibu Sari agar memperhatikan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto," kata Andi Salmiati dalam persidangan.
Salmiati juga tak dapat mengelak dari pertanyaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terkait dirinya menerima uang sebanyak Rp 15 juta melalui Sari Pudjiastuti
Sementara, penasehat hukum terdakwa, M Nursal mengatakan, sejak awal penyidikan kasus ini Agung Sucipto telah mengungkapkan sejumlah fakta kejadian yang ada.
"Klien kami ini adalah saksi kunci, misalnya awal OTT itu kan KPK hanya menyita uang 2 miliar, tapi setelah disampaikan jika bukan hanya 2 miliar sehingga KPK kembali menyita uang 500 juta," kata M Nursal saat skorsing sidang.
"Kami sudah meminta kepada penegak hukum agar memberikan Agung bebas memberikan keterangan. Kita sudah mengajukan justice collaborator. Kalau nanti diagenda keterangan terdakwa tentu Agung akan menyampaikan sesuai dengan dalil justice collaborator tadi," jelasnya.
Saat ini, sidang kembali dilanjutkan setelah di-skorsing oleh majelis hakim dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya di Pengadilan Tipikor Makassar.
Terpisah, KPK memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus yang menjerat Nurdin Abdullah. Mereka adalah Rober Wijoyo dari pihak swasta, wiraswasta M Natsir Kadir, dan dua pegawai negeri sipil (PNS) M Tasrif Mursalim dan Junaedi B.
"Hari ini, pemeriksaan saksi NA tindak pidana korupsi suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021. Pemeriksaan dilakukan di Polda Sulsel," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/5).
KPK saat ini masih melakukan penyidikan terhadap dua tersangka penerima suap kasus tersebut, yaitu Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
KPK juga kembali memperpanjang masa penahanan untuk dua tersangka tersebut selama 30 hari berdasarkan penetapan penahanan kedua dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Makassar terhitung sejak 28 Mei sampai dengan 26 Juni 2021.
Tersangka Nurdin saat ini ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta, dan tersangka Edy di Rutan KPK Kaveling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK), Jakarta.
"Perpanjangan penahanan dimaksud, agar tim penyidik lebih memaksimalkan pengumpulan alat bukti, di antaranya pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," ujar Ali.
![]() |
Sedangkan pemberi suap adalah kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK disebut peran Agung sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah. Bahkan terdakwa sudah dua kali memberikan uang kepada yang bersangkutan sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Jumlah dana suap yang diterima, pertama, senilai 150 ribu dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur Jalan Sungai Tangka awal tahun 2019. Kedua, saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar pada awal Februari tahun ini.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.
(mir/antara/arh)