Pemilik Sekolah di Batu Dilaporkan Dugaan Kekerasan Seksual
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melaporkan salah seorang pendiri SMA SPI di Kota Batu, Jawa Timur, berinisial JE, terkait dugaan kekerasan seksual dan eksploitasi anak.
Pendiri sekolah itu diduga melakukan tindak kekerasan seksual, fisik, dan verbal hingga mengeksploitasi ekonomi belasan pelajar yang bersekolah di sana.
Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait melaporkan secara langsung dugaan kasus itu ke Mapolda Jatim, Sabtu (29/5) didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu MD Furqon.
"Ini menyedihkan, sekolah yang dibanggakan Kota Batu dan Jatim ternyata menyimpan kejahatan yang mencederai dan menghambat anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik," kata Arist, di Mapolda Jatim.
Arist menyebut laporan ini bermula saat pihaknya menerima aduan salah seorang korban perbuatan JE, sepekan yang lalu. Komnas PA kemudian menindaklanjutinya dengan mengumpulkan keterangan-keterangan lain dari siswa dan alumni yang tersebar di Indonesia.
Hasilnya, korban diketahui tak hanya berjumlah satu atau dua orang saja, melainkan mencapai belasan.
"Yang seyogyanya dibantu agar bisa berprestasi, tetapi malah dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya," ucapnya.
Arist menyebut, hal ini diduga sudah dilakukan sejak 2009 dengan korban belasan siswa. Sementara ini, saat melaporkan, pihaknya juga membawa tiga orang korban untuk langsung memberikan keterangan ke pada kepolisian.
"Kurang lebih 15 orang, yang tiga orang begitu serius persoalannya. Ada kemungkinan korban-korban baru karena ini tidak pernah terbuka dan tidak ketahuan," ucapnya.
Dari hasil penelusuran, pihaknya menemukan salah satu alumni dari sekolah itu yang mendapat kekerasan di 2009.
"Sudah begitu lama. Ada yang mulai 2009, 2010, 2011. Bahkan sampai terakhir itu ada akhir 2020 di masa pandemi Covid-19," beber dia.
Ia mengatakan, JE diduga melakukan perbuatan tidak terpuji itu bukan hanya kepada siswanya yang masih bersekolah. Tapi juga kwpada alumni yang sudah lulus.
"Pemilik SPI itu melakukan kejahatan seksual pada puluhan anak-anak pada masa bersekolah di situ antara kelas 1, 2, dan 3 SMA sampai pada anak itu lulus dari sekolah masih mengalami kejahatan seksual," ujarnya.
Dari bukti-bukti yang sudah terkumpul Arist melaporkan JE dengan dugaan pasal berlapis. Di antaranya pasal 80, 81 dan 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Ini serius persoalannya, bukan hanya semata-mata tindak pidana biasa. Ini luar biasa," pungkas dia.
Terpisah, Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) SPI Kota Batu, Risna Amalia Ulfa, membantah dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik dan verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap para siswanya.
"Yang diberitakan itu sama sekali tidak benar," kata Risna saat dikonfirmasi, Minggu (30/5).
Risna menjelaskan dirinya tidak mengetahui pelapor dan apa motif pelaporan tersebut. Menurutnya, sejak dirinya bekerja di sekolah tersebut, tidak pernah sekalipun dugaan kejahatan yang dituduhkan tersebut.
"Saya di sekolah ini sejak berdiri pada 2007. Saya menjadi kepala sekolah dan ibu asrama sampai saat ini. Tidak pernah ada kejadian seperti yang disampaikan, sama sekali tidak ada," ucap Risna.
Kini, pihaknya berupaya untuk mendalami laporan itu. Ia juga bahwa ada pihak tertentu yang memiliki tujuan menjatuhkan nama SMA SPI.
"Kami saat ini juga mencoba mencari tahu lebih dalam tentang hal ini. Sepertinya ada yang memiliki tujuan tidak baik kepada SPI," pungkas Risna.
(frd/psp)