Pendiri Oikumene di KPK Bicara Keberagaman dan Isu Taliban

CNN Indonesia
Rabu, 02 Jun 2021 09:50 WIB
Pegawai KPK Hotman Tambunan membantah keberadaan kelompok radikal maupun 'Taliban' di KPK. Hotman adalah salah satu pendiri Oikumene di KPK.
Isu 'Taliban' dianggap sengaja dihembuskan pihak tertentu untuk menggembosi KPK. Ilustrasi (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)

Fungsional pada Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat, Benydictus Siumlala mengaku sebagai minoritas. Ia beragama Kristen. Selama bekerja sekitar 5 tahun di KPK, Beny tak pernah mendapat diskriminasi.

"Secara sederhana, saya ini minoritas, jadi ketika saya bisa bekerja 4 sampai 5 tahun dengan istilahnya sehat lah di KPK, ya berarti menurut saya enggak ada itu kata-kata radikal, taliban," kata Beny kepada CNNIndonesia.com.

Beny mengaku dekat dengan orang-orang yang dituduh kelompok 'Taliban', seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo, hingga Harun Al Rasyid. Menurutnya, mereka sangat menghargai privasi orang dengan Tuhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia membantah KPK dikuasai oleh faksi-faksi radikal. Buktinya, kata Beny, Oikumene masih ada hingga hari ini. Setiap Jumat, pegawai KPK yang beragama Islam, Katolik, maupun Kristen tetap menjalankan ibadah masing-masing.

"Hak saya untuk beribadah, hak saya untuk bersosialisasi dengan rekan-rekan agama lain itu enggak ada yang terhambat," ujarnya.

Beny menduga isu 'Taliban' sengaja digunakan agar KPK bisa dikontrol. Namun, isu tersebut ternyata tak terbukti. Pegawai KPK masih bisa memberantas korupsi, seperti misalnya menangkap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

"Mungkin itu yang kemudian membikin mereka lalu masuk lewat TWK ini," kata Beny yang masuk dalam daftar 75 pegawai KPK tak lulus TWK.

Rajin ke Masjid Radikal?

Sementara, penyidik KPK yang lulus TWK, Mu'adz D'Fahmi bingung dengan isu radikalisme dan 'Taliban' yang muncul di lembaga antirasuah. Ia mempertanyakan klasifikasi seorang pegawai KPK dikatakan terkait radikalisme dan 'Taliban'.

"Kalau mereka misalnya salat, ibadahnya lengkap, khotbah, ini kan sebuah ekspresi keagamaan saja. Sifatnya pribadi, isinya setahu saya cukup moderat kok," ujar Mu'adz kepada CNNIndonesia.com.

"Saya khawatirnya nih, melihat orang rajin ke masjid dicap radikal kan salah betul, itu sangat tidak tepat," kata alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut menambahkan.

Mu'adz merupakan lulusan jurusan tafsir hadis. Saat mahasiswa ia aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Mu'adz yang sudah bekerja di KPK sejak 2005 lalu heran jika 75 pegawai lembaga antikorupsi itu dinyatakan terkait radikalisme. Pasalnya, di antara 75 pegawai itu ada yang Nasrani, Budha, dan Hindu.

"Apakah mereka radikal? saya enggak mengerti melihatnya dari mana. Isu taliban jelas tidak ada. Tapi yang jelas isu taliban dilemparkan lama sejak awal pembahasan UU baru KPK," ujarnya.

"Ini memang isu dari luar yang mungkin menurut saya sengaja dihembuskan untuk gembosi karena di dalam adem ayem, anteng tenang," kata Mu'adz menambahkan.

(tim/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER