LSM soal Alutsista Rp1,7 Kuadriliun: Utang Bengkak & Politis
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan rencana belanja modernisasi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) senilai 1.700 triliun atau Rp1,7 kuadriliun melalui skema utang akan membebani rakyat dan menambah utang semata.
Rencana belanja alutsista itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Perpres Alpalhankam).
"Anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri akan membuat utang Indonesia semakin besar," kata salah satu perwakilan Koalisi dari Centra Initiative, Al Araf melalui keterangan tertulis, Kamis (3/6).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia US$415,6 miliar atau sekitar Rp5.972,58 triliun atau Rp5,9 kuadriliun (kurs Rp14.371 per dolar AS) pada akhir kuartal I 2021. Angka itu turun 0,4 persen dibandingkan posisi kuartal IV 2020, US$417,5 miliar.
Al Araf menyebut pembelian senjata dengan nilai fantastis dan skema utang patut dicurigai tak terlepas dari kepentingan Pemilu 2024. Ia mengkritik kementerian yang kini dipimpin Prabowo Subianto tak transparan terkait perencanaan pembelanjaan alutsista hingga pendanaanya.
"Meningkatkan anggaran sektor pertahanan tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas sama saja dengan memberikan cek kosong pada elite politik untuk menggunakan anggaran tersebut demi tujuan-tujuan politik," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar Presiden Joko Widodo segera memerintahkan Prabowo agar tidak melanjutkan agenda penganggaran sebesar Rp1.700 triliun yang berasal dari utang luar negeri ini.
"Karena akan membebani dan mencederai hati masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dan krisis ekonomi akibat pandemi," ujarnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk melanjutkan program modernisasi alutsista melalui skema Minimum Essential Force (MEF) yang sudah dirancang sejak 2009 dan akan berakhir pada 2024.
Selanjutnya, pihak koalisi juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi dan mengaudit secara khusus seluruh pengadaan alutsista yang dilakukan melalui skema MEF selama ini, baik yang terjadi pada masa periode pemerintahan sekarang maupun periode pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
"Mendesak pemerintah untuk menetapkan kebijakan Government to Government sebagai metode permanen dalam proses akuisisi alutsista Indonesia di masa depan dan menghapus sama sekali peran pihak ketiga (broker)," katanya.
"Karena memiliki risiko masalah yang tinggi terhadap kesiapan (readiness) alutsista serta berpotensi tinggi terjadi praktik korupsi," ujar Al Araf menambahkan.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, memastikan pinjaman luar negeri untuk pemenuhan alutsista yang tengah dirancang pihaknya tak akan membebani APBN.
Sebab menurut dia, skema pinjaman yang tengah digodok itu berbunga rendah, dengan cicilan ringan, dan dalam jangka waktu yang panjang.
"Memang dari pinjaman luar negeri, tapi penjelasan yang harus saya sampaikan adalah pinjaman luar negeri ini tidak membebani APBN kita dan artinya dia tidak mengganggu alokasi anggaran untuk alokasi pembangunan prioritas yang menjadi perhatian negara," kata Dahnil seperti disiarkan CNN Indonesia TV, Senin (31/5).
(tst/fra)