Tak berbeda dari Windhu, Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman pun menilai temuan-temuan terkini soal kasus kenaikan kasus covid-19 yang mulai menjangkiti kota-kota kecil menunjukkan bahwa kasus terpapar virus corona Indonesia yang dilaporkan pemerintah masih kategori puncak gunung es.
Dicky pun memprediksi, apabila pengendalian pandemi covid-19 tak kunjung diperbaiki, maka pada periode Juni-Juli ini merupakan masa potensi puncak tertinggi kasus akan terjadi lagi.
"Klaster yang saat ini mulai muncul itu menunjukkan bahwa ini cerminan puncak gunung es, karena kasus di masyarakat bisa lebih dari itu," kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicky lantas menyoroti dua faktor penyebab klaster-klaster di lingkup mikro mulai merebak di Indonesia. Pertama, dari sisi pemerintah, ia menyebut pemerintah sedari awal serba telat dalam mengencangkan upaya 3T (telusur, tes, tindak lanjut).
Ia menganalogikan strategi 3T dengan orang yang sedang memancing. Apabila sedari awal pemerintah menggunakan alat jaring penangkap yang benar, maka pemerintah akan mendapat banyak hasil tangkapan ikan.
Menurutnya dengan kondisi tangkapan ikan atau warga terpapar Covid-19 yang cukup banyak, maka pemerintah tinggal melakukan penguncian terhadap mereka atau melakukan karantina dan perawatan. Langkah itu, sambungnya, diharapkan bisa mengunci agar tidak terjadi penyebaran penularan yang meluas.
Lebih lanjut, Dicky mengaku sangsi dengan dat ayang dikumpulkan pemerintah dari mulai awal pandemi hingga terkini bahwa jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang sebenarnya adalah 1,8 juta di nusantara ini. Ia memprediksi kasus covid-19 Indonesia sejatinya lebih daripada itu, namun banyak didominasi kasus positif corona dengan asimptomatik alias Orang Tanpa Gejala (OTG).
"Kalau saya setidaknya prediksi di antara 5-10 persen, jadi 5 persen akhir tahun lalu, kalau sekarang mengarah 10. Jadi sekitar 20 jutaan, tapi itu didominasi OTG," kata dia.
![]() |
Kemudian, kedua, penyebab klaster Covid-19 meningkat juga disebabkan kontribusi warga.
Ia menilai saat pandemi Covid-19 sudah berjalan kurang lebih 14 bulan di Indonesia, psikologis warga mulai berubah. Dengan kata lain, sambungnya, kesadaran warga terhadap protokol kesehatan covid-19 malah merosot.
Dalam paparan data Satgas Covid-19 per 30 Mei misalnya, dapat dilihat masih ada 53 dari 352 kabupaten/kota yang tingkat kepatuhan memakai masker di bawah kurang dari 60 persen. Sementara rata-rata secara nasional dari 10.402.550 warga yang dipantau dalam sepekan, masih ada 11,55 persen warga yang tidak memakai masker.
Sementara untuk menjaga jarak, masih ada 55 dari 352 kabupaten/kota yang tingkat kepatuhan menjaga jarak di bawah kurang dari 60 persen. Sedangkan untuk rata-rata secara nasional masih ada 12,4 persen masyarakat yang tidak menjaga jarak.
"Kesadaran 3M warga menurun, padahal 3M itu tidak cukup, tapi harus 5M: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas," ujar Dicky.
Dicky pun menduga bisa saja kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia juga ditengarai beberapa masyarakat yang merasa kebal Covid-19 pascavaksinasi. Padahal menurutnya vaksinasi bukan jurus utama dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Atas dasar itu, dia meminta pemerintah untuk tidak terlalu mengglorifikasi vaksin di Indonesia.
Dia menerangkan masih ada beberapa negara yang vaksinasinya memang rendah seperti Australia dan Selandia Baru, namun strategi 3T-nya tetap dikencangkan. Alhasil, negara-negara tersebut sejauh ini malah bisa dikatakan terbilang berhasil mengendalikan pandemi Covid global di wilayahnya masing-masing sejak beberapa bulan lalu.
Kemudian, capaian vaksinasi covid-19 di Indonesia juga masih cenderung lamban dan jauh dari target awal. Kemenkes mencatat sebanyak 17.812.458 orang telah menerima suntikan dosis vaksin virus corona per Senin (7/6) Pukul 18.00 WIB. Sementara 11.231.321 orang telah rampung menerima dua dosis suntikan vaksin covid-19 di Indonesia.
Itu artinya, selama hampir lima bulan vaksinasi Indonesia berjalan, baru sekitar 6 persen dari target 181.554.465 warga sasaran vaksinasi yang sudah menerima suntikan dosis vaksin secara lengkap. Padahal Presiden Joko Widodo menargetkan vaksinasi kepada 60-70 persen penduduk Indonesia itu rampung pada Desember 2021.
"Dari kenaikan kasus di kota-kota kecil ini kita harus belajar. Saya juga selalu ingatkan, bahwa vaksinasi itu memang penting, tapi bukan ujung tombak. Apalagi dengan Indonesia yang capaian vaksinasi masih rendah sejauh ini. Tetap harus maksimal di 3T dan 5M," pungkas Dicky.
![]() |