Lonjakan kasus virus corona (Covid-19) mulai marak ditemukan di sejumlah kabupaten/kota kecil hingga komunitas mikro seperti RT/RW di Indonesia setidaknya dalam dua pekan terakhir.
Analisis pemerintah RI maupun masing-masing daerah mencatat kumpulan penyumbang kasus covid-19 terbanyak berasal dari klaster keluarga.
Salah satunya, awal pekan ini Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur dan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengalami perburukan kondisi pandemi covid-19. Kasus covid-19 harian meningkat, mayoritas tenaga kesehatan yang sudah divaksin juga ikut terpapar, hingga menyebabkan keterisian tempat tidur rumah sakit nyaris penuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan itu didapatkan setelah pandemi covid-19 di Indonesia sempat stagnan berada di zona 'aman' sejak pertengahan Februari 2021. Sejak pasien pertama Covid-19 diumumkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret 2020, Indonesia sempat mengalami puncak kasus tertinggi mencapai 14 ribu kasus dalam sehari di akhir Januari 2021.
Kemudian, kasus mulai mengalami pelandaian di bawah 7 ribu kasus-setengah dari puncak-hingga hari ini. Namun, pada laporan data harian 7 Juni kemarin, penambahan kasus nyaris mendekati 7 ribu alias 6.993 kasus dalam sehari. Pemerintah kemudian mengonfirmasi bahwa lonjakan kasus pada sepekan belakangan bisa diklaim sebagai dampak dari Idul Fitri 1442 Hijriah.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo menyoroti kondisi Covid-19 Indonesia terkini sebagai hasil akumulasi dari kasus-kasus positif corona yang 'tertimbun' sejak 2020 lalu. Windhu menilai terkuaknya kasus covid-19 di klaster mikro menunjukkan covid-19 RI tak ayalnya menjadi 'bara dalam sekam' soal pandemi global yang terjadi di Indonesia.
"Jadi pandemi di Indonesia saat ini sudah seperti bara dalam sekam, bukan seperti arti peribahasanya ya. Namun 'bara dalam sekam' yang menunjukkan kasus di dalam terbakar, dan ternyata sudah menyebar dan siap-siap muncul, meledak, kapan saja," kata Windhu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (8/6).
Windhu lantas menekankan bahwa kasus-kasus covid-19 yang belum terkuak akan mulai menyeruak apabila strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) pemerintah benar-benar ditingkatkan secara maksimal. Apabila sebaliknya, maka ia yakin pandemi covid-19 di Indonesia semakin panjang dan tak jelas arah pengendaliannya.
![]() |
Windhu juga mengkritisi klaim pemerintah yang sempat menyebutkan bahwa kenaikan kasus covid-19 pasca lebaran tahun ini tidak lebih besar dari tahun kemarin. Ia mengatakan temuan kasus covid-19 akan selaras dengan hasil pemeriksaan warga.
Bila dihitung dalam sepekan terakhir, jumlah pemeriksaan covid-19 terhadap warga justru malah menurun. Pada periode 1-7 Juni, jumlah warga yang diperiksa sebesar 382.412 orang. Sementara sepekan sebelumnya jumlah yang diperiksa 431.114 orang. Artinya, ada penurunan jumlah pemeriksaan Covid-19 sebanyak 48.702 orang.
"Kita lihat dulu jumlah pemeriksaannya, wong kita masih sedikit. Sehingga kasus yang dilaporkan itu bisa jadi, kemungkinan besar, di bawah permukaan itu sudah banyak sekali," kata dia.
Apalagi ditambah dengan varian mutasi virus SARS-CoV-2 yang saat ini juga mulai bermunculan di Indonesia, maka Windhu mewanti-wanti bahwa kasus Covid-19 bisa lebih besar lagi terjadi dibanding tahun lalu. Pasalnya, beberapa varian yang tergolong 'Variant of Concern (VoC)' memiliki kemampuan penularan masif hingga kebal dari vaksin Covid-19 yang sudah diberikan.
Menunjukkan kasus di dalam terbakar, dan ternyata sudah menyebar dan siap-siap muncul, meledak, kapan saja Epidemiolog Unair, Windhu Purnomo |
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman terakhir mengungkapkan sejauh ini sudah ada 59 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong VoC yang merupakan varian yang diwaspadai WHO. Rinciannya, 23 kasus dari B117, 32 kasus dari B1617, dan 4 kasus dari varian B1351.
"Seperti dokter di Bangkalan ada yang meninggal, padahal sudah divaksin. Ini yang saya khawatirkan ada kemunculan varian di lingkup-lingkup mikro. Ini yang juga harus diperiksa sampel Whole Genome Sequencing-nya," ujar Windhu.
Tak hanya di Bangkalan, Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus per 4 Juni lalu mencatat sebanyak 358 tenaga kesehatan terpapar Covid-19, meski mereka sudah menerima suntikan dosis vaksin covid-19 secara lengkap.
Untuk itu, Windhu kembali menekankan, bahwa strategi surveilans pandemi covid-19 di Indonesia tidak mengalami perubahan sejak awal. Strategi 3T dan protokol kesehatan 3M tetap menjadi primadona strategi pengendalian wabah di seluruh dunia.
"Tameng, proteksi kita dari awal tetap sama, 3T dan 3M itu tidak boleh lelah dilakukan," tegas dia.
Oleh karena itu, Windhu juga meminta agar pemerintah membenahi strategi dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berskala Mikro atau micro lockdown yang saat ini mulai berlaku di seluruh Indonesia sejak awal Juni hingga 14 Juni mendatang.
Windhu menilai konsep micro lockdown di PPKM Mikro memang sudah apik, hanya saja ia menyoroti pemetaan zona risiko wilayah masih saja diberlakukan.
Padahal menurutnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah mengatakan ada beberapa pihak forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) yang sengaja menekan jumlah tes harian agar temuan warga Covid-19 di wilayahnya relatif dilaporkan sedikit.
Ia menduga itu dilakoni pemda dengan harapan daerah yang dipimpinnya dapat masuk kategori wilayah dengan risiko penularan rendah atau zona hijau.
"Jadi gunanya apa zonasi, lebih baik semua daerah diberlakukan micro lockdown. Apa yang disampaikan Pak Menkes itu memang betul terjadi. Zonasi jadi seperti buah delima, kuning di luar merah di dalam. Atau semangka, hijau di luar tapi dalamnya merah," kata Windhu.
Krisis protokol kesehatan pascavaksinasi di halaman selanjutnya...