Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menunda sidang putusan kasus pencemaran udara di Ibu Kota. Sidang ditunda selama dua pekan hingga 24 Juni.
Hal itu disampaikan Tim kuasa hukum penggugat dari LBH Jakarta, Ayu Eza Tiara usai menjalani sidang penundaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/6).
"Mereka minta waktu dua minggu lagi untuk membuat putusan. Ditundanya sampai 24 Juni," kata Ayu kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penundaan tersebut dengan demikian menjadi yang kedua, setelah majelis hakim juga sempat menunda sidang putusan selama tiga pekan pada Kamis (20/5) lalu.
Menurut Ayu, alasan penundaan sidang karena hakim mengaku belum membaca semua dokumen terkait terkait kasus tersebut. Walhasil, katanya, hakim kembali meminta waktu untuk membaca dan memahami semua dokumen tersebut.
"Majelis hakim belum siap membuat putusan karena memang mereka belum membaca seluruh dokumen yang banyak. Dokumen pembuktian yang sangat banyak," kata dia.
Meski demikian, ia menilai alasan hakim tersebut tak masuk akal. Ayu menyebut penundaan sidang hingga total dua bulan bukan hal wajar.
Dengan sidang putusan yang kembali ditunda, ia menyebut hak warga untuk mendapat udara bersih juga akan terus tertunda. Ayu mengaku saat ini masih mempertimbangkan untik melaporkan hakim ke MA karena terus menunda-nunda hasil putusan.
"Alasan hadir sih itu menunjukkan hakim, itu alasan yang tidak masuk akal. Waktu ini kan pertama bunda tiga minggu. Enam minggu itu waktu yang sangat lama," kata Ayu.
"Sebenarnya kita lagi diskusi sama tim juga apakah kita akan melaporkan majelis hakim atau nunggu setelah putusannya selesai," imbuhnya.
Gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta dilayangkan Koalisi Ibu Kota pada Desember 2018. Mereka menggugat tujuh pihak dalam kasus tersebut. Mereka masing-masing, Presiden Republik Indonesia (Tergugat 1), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tergugat 2), Menteri Dalam Negeri (Tergugat 3), Menteri Kesehatan (Tergugat 4).
Lalu, Gubernur DKI Jakarta (Tergugat 5), Gubernur Banten (Turut Tergugat 1) dan Gubernur Jawa Barat (Turut Tergugat 2).
Dalam petitum gugatan, koalisi salah satunya meminta agar Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara direvisi.