Pakar Bantah Dalih Kepala BKN soal Pegawai KPK: Itu 'Mislead'

CNN Indonesia
Kamis, 10 Jun 2021 14:21 WIB
Guru Besar Unpad Susi Dwi Harijanti mengatakan BKN seharusnya tunduk pada putusan MK yang menyatakan alih status menjadi ASN tak rugikan pegawai KPK.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana dinilai keliru menafsirkan putusan MK soal alih status pegawai KPK menjadi ASN. (CNN Indonesia/Farid)
Jakarta, CNN Indonesia --

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti menyatakan para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa diberhentikan dalam proses peralihan menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Menurut Dwi, hal itu merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XVII/2019. Dalam putusan itu, peralihan status pegawai KPK menjadi ASN tak boleh sedikit pun merugikan hak pegawai.

"Seharusnya BKN itu tetap dia tunduk atau dia tetap mengikuti argumentasi atau pertimbangan hukum MK yang ada pada putusan nomor 70, yaitu tidak boleh merugikan," kata Dwi kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Dwi sekaligus membantah dalil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana. Dalam jumpa pers usai rapat koordinasi akhir Mei lalu, Bima berdalih bahwa definisi 'tak merugikan' tak berarti pegawai harus diangkat menjadi ASN.

Menurutnya, tak merugikan sesuai putusan MK boleh didefinisikan dengan memberikan hak-hak pegawai sebelum benar-benar nonaktif per 1 November.

Dwi menyebut penafsiran Bima terhadap putusan MK tersebut keliru. Ia menjelaskan frasa "tidak merugikan" tak bisa didefinisikan dengan pemberian insentif namun para pegawai lembaga antirasuah tetap diberhentikan.

"Kalau tadi yang dikatakan ketua BKN, dia mendapat, katakanlah, dia mendapatkan ganti rugi gitu ya, akibat dia tidak diangkat, itu kan hal yang berbeda. Itu hal yang sama sekali berbeda. Itu statement itu mislead. Keliru kalau menurut saya," kata dia.

"Nah, pada perkara inilah nanti akan diuji apakah MK putusannya akan sejalan enggak, dengan pendapat dia pada putusan nomor 70," imbuh Dwi.

Penafsiran mengenai frasa "tak merugikan" juga telah digugat oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke MK dan teregister dengan nomor perkara No.2081/PAN.MK/2021.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengaku tak sependapat dengan penafsiran Bima terkait frasa "tak merugikan". Berbeda dengan Bima, menurut dia, frasa "tak merugikan" harus dipahami sama dengan tak memberhentikan.

(thr/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER