Puluhan ribu orang meneken petisi daring yang menuntut penolakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Dari pantauan CNNIndonesia.com hingga pukul 14.05 WIB, Jumat (11/6), petisi yang dibuat di situs change.org itu teleh diteken oleh 55.833 orang.
Dalam petisinya, mereka meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut IUP PT TMS di Kabupaten Kepulauan Sangihe serta meminta mendapatkan hidup yang aman dan damai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biarkan kami hidup aman dan damai seperti sediakala. Kami sudah bahagia dengan keberadaan pulau kami saat ini. Karena itu, jangan ganggu kami, kami tidak ingin pulau kami dirusak oleh tambang," tulis petisi itu dikutip dari situs Change.org, Jumat (11/6).
Dalam petisi itu juga dituliskan bahwa Jokowi diyakini mengetahui kondisi masyarakat Sangihe. Sehingga, mereka mendesak Jokowi memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mencabut IUP PT TMS, membatalkan izin lingkungan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Utara, dan membiarkan Pulau Sangihe tetap seperti saat ini.
"Sistem pertambangan terbuka yang akan digunakan nantinya akan mempengaruhi struktur geologi tanah kami. Getaran dan benturan akibat pengeboran atau pemboman akan mempengaruhi lempengan tektonik di bawah pulau kami, dan tentu kami tidak mau peradaban kami hilang karena bencana," katanya.
"Jika pulau kami telah rusak oleh tambang emas. Lalu bagaimana nasib anak cucu kami. Di mana mereka akan tinggal? Haruskah mereka terusir dari tanah nenek moyang mereka?" tambah mereka.
Sebelumnya, Direktur Mineral Kementerian ESDM Sugeng Mujianto mengatakan izin operasi produksi PT TMS di Pulau Sangihe telah mendapat restu dari pemerintah daerah setempat.
Hal tersebut ia sampaikan menanggapi petisi Koalisi Masyarakat Save Sangihe Island yang beredar di media sosial. Dalam petisi itu disebutkan bahwa Pulau Sangihe yang memiliki luas 736 Km2 masuk dalam kategori pulau kecil dan tidak boleh ditambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
"Sudah ada rekomendasi bupati terkait kesesuaian tata ruang. Persetujuan kelayakan lingkungan juga sudah diberikan provinsi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com Kamis (22/4).
Sugeng merinci rekomendasi kesesuaian tata ruang dari Bupati Kepulauan Sangihe diterbitkan pada 16 September 2019. Sebulan setelahnya, pada Oktober 2019, rekomendasi itu disusul dengan persetujuan tekno-ekonomi atas dokumen studi kelayakan dari Ditjen Minerba.
Kemudian, pada September 2020, persetujuan Keputusan Kelayakan Lingkungan diterbitkan Gubernur Sultra. Barulah pada Januari 2021 PT TMS meningkatkan tahap kegiatan eksplorasi menjadi tahap operasi produksi pada Januari 2021 melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 163.K/MB.04/DJB/2021.
Sugeng juga menegaskan bahwa izin yang dikeluarkan kementerian kepada PT TMS tidak ujug-ujug dan telah melalui proses yang panjang. TMS, kata dia, adalah pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VI dengan Pemerintah Republik Indonesia pada 1997.
Namun, restu dari Kementerian ESDM kepada PT TMS itu mendapat penolakan dari warga dan juga Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong. Ia pun mengirim surat penolakan tambang emas di wilayahnya pada April 2022 lalu.
Helmud tak ingin tambang merusak kehidupan masyarakat dan lingkungan. Namun, salah satu sosok yang menolak tambang emas ini meninggal dunia dalam penerbangan Lion Air rute Denpasar-Makassar. Ia diketahui tak bernyawa saat pesawat mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan, pada Rabu (9/6).
(mts/fra)