Hari-hari yang telah dinanti Syarifah Khaura, siswi kelas X jurusan Multi Media Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 47, Pejaten Barat, Jakarta Selatan akhirnya tiba, Rabu (9/6).
Pada hari tersebut, untuk kali pertama sejak 2020 silam, Khaura bisa bertemu teman-teman satu kelasnya dalam pembelajaran yang selama ini hanya berinteraksi secara virtual karena pandemi Covid-19. Sekolahnya menjadi salah satu yang lulus asesmen, sehingga diizinkan mengadakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dalam tahap uji coba di DKI Jakarta.
"Akhirnya masuk juga, biasanya daring dari rumah, nggak kenal temen-temen, nggak liat langsung guru-guru pun nggak bisa liat langsung," kata Khaura saat ditemui di ruang laboratorium sekolahnya Rabu siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelas-kelas di SMK N 47 akhirnya kembali digunakan, anak-anak duduk kursi, dan para guru mencoret papan tulis dengan alat tulis.
Meski diakui lebih nyaman oleh siswa, PTM bukan tanpa tantangan.
Eva Farhana salah satu guru akuntansi yang mengajar di SMKN 47 selama enam tahun mengatakan pembelajaran tatap muka yang telah dilakukan itu hanya berlangsung 4 jam dalam sehari.
Pastinya, kata dia, waktu tersebut sangat terbatas jika dibanding PTM sebelum pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia. Eva mengatakan sebelum pandemi kegiatan belajar PTM berlangsung selama 10 jam dalam satu hari.
Dalam teknis pelaksanaan PTM, satu kelas dibagi menjadi tiga kelompok, yang masing-masing berisi 12 siswa. Hal tersebut membuat penyampaian satu mata pelajaran yang mulanya dilakukan dalam 4 jam terhadap 36 siswa, dibagi-bagi.
"Jadi waktunya lebih sedikit dibanding ketika sebelum pandemi saat PTM seperti ini," kata Eva saat ditemui di lorong sekolah tersebut.
Selain waktu yang sangat sedikit, kegiatan PTM juga tidak bisa dilepaskan dari pembelajaran secara daring sebelumnya. Sebab, materi pelajaran bersifat linier.
Persoalannya, kata Eva, saat melakukan PJJ secara daring, tidak semua siswa betul-betul memperhatikan. Sehingga pembelajaran belum tentu berhasil.
"Kalau tidak bisa men-jurnal [memahami dan mengerti tahap awal materi pelajaran laporan keuangan], otomatis dia tidak bisa melnjutkan ke tahap berikutnya," ujar Eva.
Persoalan lainnya adalah PTM baru digelar dua hingga tiga kali sebelum para siswa mengikuti Penilaian Akhir Tahun (PAT) atau tes kenaikan kelas pada 14 Juni mendatang. Hal tersebut membuat pembelajaran yang singkat digunakan untuk menuntaskan materi yang belum siswa pahami saat mengikuti PJJ.
"Itu hanya menuntaskan materi saja yang mereka belum pahami secara daring kita tuntaskan di sini," ujar Eva.
Persoalan mengajar dalam waktu singkat ini juga menjadi tantangan yang dirasakan guru lainnya. Boy Nahendra, seorang guru pelajaran Teknik Komputer dan Jaringan di SMKN 47 bersiasat mencoba tak memberi materi terlalu padat hingga membuat jenuh murid di kelas, sehingga hanya menjelaskan yang sulit diterangkan.
"Agar di satu jam setengah ini bisa tersampaikan ke siswa semuanya," kata Boy saat ditemui di waktu istirahat sekolah.
![]() |
Sebelumnya, sebanyak 143 sekolah dari jenjang dasar hingga menengah di DKI Jakarta dinyatakan lolos asesemen pembelajaran tatap muka.
Pemerintah RI menargetkan pelaksanaan PTM seluruhnya di Indonesia mulai tahun ajaran baru, 2021/2022 pada Juli mendatang. Meskipun demikian, Kemendikbudristek menyatakan PTM pada tahun ajaran baru itu merupakan opsi tambahan selain PJJ yang tergantung pada kesiapan siswa, orangtua/wali siswa, hingga pemerintah daerah.
Kemendikbud Ristek menyerahkan kepada pemerintah daerah untuk mengatur siapa saja guru yang dapat mengajar pada pembelajaran tatap muka di sekolah. Kemendikbudristek juga berharap orang tua murid menghimpun informasi tentang kesiapan sekolah dan memperhatikan sarana lain yang menunjang keselamatan dan keamanan siswa di sekolah.
Hal tersebut merespons menanggapi permintaan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar semua guru divaksin sebelum sekolah tatap muka.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Sesditjen Pauddasmen) Kemendikbud Sutanto mengatakan pihaknya tidak bisa mengatur secara langsung apakah guru yang belum divaksin tetap dapat mengajar atau tidak.
"Tentunya nanti itu kebijakan Pemda, bukan dari Kemendikbud. Itu yang akan memutuskan satuan pendidikan boleh tatap muka atau tidak itu adalah setelah dievaluasi pemda dan Satgas Covid daerah," ujar Sutanto di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (10/6).
Sutanto mengatakan pihaknya tetap berharap seluruh guru dan tenaga pendidik sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 sebelum Juli 2021. Namun, kecepatan vaksinasi kepada guru-guru tergantung pihak Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah masing-masing.
(iam/kid)