Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri menceritakan ayahnya, Sukarno melanjutkan hidup sebagai rakyat biasa setelah dilengserkan dari kursi presiden.
Diketahui, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1967 silam atau setelah meletusnya prahara di tahun 1965.
Cerita itu disampaikan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan ini ketika menyampaikan orasi usai resmi diberikan gelar Professor kehormatan dengan status Guru Besar Tidak Tetap oleh Universitas Pertahanan (Unhan) pada Jumat (11/6) kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tumbuh besar di istana. Akibat peristiwa politik tahun 1965 saya tidak bisa melanjutkan sekolah. Dan tentu saja karena ayah saya dilengserkan, hidup sebagai rakyat biasa," tuturnya.
Megawati mengaku menceritakannya lantaran menganggap hidup ini bagai roda kehidupan. Ia pun mengutip sebuah falsafah Jawa yakni cakra manggilingan.
Diceritakan Megawati, dirinya dulu lahir di Gedung Agung Yogyakarta. Ketika itu, Yogyakarta tengah menjadi pusat pemerintahan Indonesia.
"Jadi praktis keluarga kami, keluarga presiden baru bisa pindah ke Jakarta tahun 1950," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, Megawati dan keluarga pun melanjutkan hidup seperti orang biasa lainnya. Ia menyebut masa-masa setelah Sukarno dilengserkan adalah periode yang sulit baginya dan keluarga.
"Tetapi akhirnya begitu lah yang seperti saya katakan roda berputar," ucap Megawati.
Hingga akhirnya, Megawati terjun ke dunia politik. Bermula dari menjadi anggota DPR dari fraksi PDI hingga menjadi presiden Indonesia yang ke-5.
"Sejarah memanggil saya untuk pertama kali menjadi anggota DPR RI sampai tiga periode. Terpotong dua tahun karena lalu menjadi wapres dan setelah itu menjadi presiden ke 5 Republik Indonesia," kata Megawati.
(daz/daz/daz/mik)