Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong meninggal dunia dalam penerbangan Lion Air JT-740 rute Denpasar-Makassar pada Rabu (9/6) lalu.
Kematiannya dinilai janggal oleh sejumlah aktivis. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)mengatakan bahwa sosok Helmud belakangan tengah getol menolak izin tambang emas di wilayahnya.
Dia bahkan sempat meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mencabut IUP perusahan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang sedang dipersiapkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, surat penolakan itu telah dikirim ke Menteri ESDM sejak Februari lalu. Bupati Sangihe, Jabes Gaghana meminta agar kematiannya tak dikaitkan dengan penolakan tersebut.
"Surat penolakan Wabup itu dari Februari. Sekarang aja itu dikait-kaitkan (dengan kematian Helmud). Enggak ada itu," kata Jabes saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (12/6).
Dia membeberkan, Helmud sudah sering bolak balik Jakarta-Sangihe sejak Februari lalu. Namun, tak ada insiden yang menimpa Wakil Bupati selama ini.
Termasuk, dalam penerbangan terakhirnya. Dia ragu ada pihak yang mencelakai Helmud terkait penolakan izin tambang itu.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan bahwa selama penerbangan Denpasar-Makassar Helmud hanya ditemani oleh seorang ajudan. Menurutnya, Helmud tak didekati oleh orang-orang lain yang mencurigakan.
"Air putih yang diminum itu yang dibawa dari darat, dipegang oleh almarhum," kata dia.
Jabes menjelaskan, Helmud merasa pusing dan sempat meminta digosok kayu putih. Dia pun sempat meminum air mineral sebelum akhirnya pembuluh darahnya pecah. Hal itu memicu darah keluar dari hidung, dan telinga.
Oleh sebab itu, dia berkesimpulan bahwa meninggalnya Helmud murni karena penyakit.
"Ini, kenapa keluarga menolak, karena keluarga tahu ini almarhum ada penyakit bawaan. Ada komplikasi, ada penyakit gula, jantung, maag, jadi banyak sekali, dan dia asma,"ucap dia.
Jabes sendiri mengungkapkan bahwa dirinya telah menolak proyek tambang di wilayah tersebut sejak 2017. Namun, pihak Pemerintah Kabupaten tak bisa berbuat banyak.
Pasalnya, setelah izin tambang dari pemerintah terbit, pihaknya harus mengikuti ketentuan itu.
"Sikap saya menolak. Jadi bukan keluar izin baru kita menolak ramai-ramai. Sebelum keluar izin pun kami sudah menolak," ujar Jabes.
"Secara administrasi itu kan pelanggaran undang-undang, kita melakukan perlawanan kepada pemerintah pusat. Bukan kita setuju,"tambah dia.
Menurutnya, proses izin PT TMS ini sudah berlangsung sejak 1997. Kemudian, izin resmi terkait proses eksploitasi lahan di wilayah itu baru terbit pada 2021. Pihak yang pertama menerbitkan surat izin itu, kata dia, adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Politikus Partai Golkar itu juga memastikan, dirinya sampai saat ini tidak pernah menandatangani satupun surat izin mengenai tambang di kepulauan tersebut.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menerbitkan izin operasi produksi emas kepada PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.
Pulau Sangihe yang memiliki luas 736 Km2 masuk dalam kategori pulau kecil dan tidak boleh ditambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.