Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengklaim tak semua peserta tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK mendapat pertanyaan membandingkan antara Al-Qur'an dan Pancasila.
"Ini sebetulnya pertanyaan berat. Kalau ada seseorang yang ditanya asesor pilih Al-Qur'an atau Pancasila maka dia termasuk kategori berat," kata dia di Jakarta, Sabtu (19/6) dikutip dari Antara.
Bima tak menampik bahwa salah satu asesor memang menanyakan hal itu kepada peserta tes. Menurut dia, pertanyaan tersebut diajukan asesor sebab biasanya kerap jadi pertanyaan dalam merekrut teroris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para asesor akan melihat respons peserta yang mendapat pertanyaan tersebut. Biasanya, kata dia, peserta tes yang tak memiliki pengetahuan cukup tentang wawasan kebangsaan atau agama akan langsung menjawab Alquran.
Sebaliknya, peserta yang memiliki pengetahuan cukup, justru akan menentang pertanyaan itu karena keduanya tak saling bertentangan.
"Jadi kebingungan inilah yang ditangkap oleh asesor sehingga mengetahui seseorang berada di level mana," ujar Bima.
![]() |
Oleh sebab itu, inti dari pertanyaan Alquran dan Pancasila dalam TWK KPK, menurutnya, hanya melihat respons peserta, bukan untuk memilih salah satu di antara keduanya.
Diketahui pertanyaan tersebut sebelumnya menuai kecaman dari publik. Sejumlah pihak menilai memilih antara Pancasila dan Alquran tak etis, sebab keduanya tak bertentangan dan berada di dimensi yang berbeda.
"Perlu diketahui sebenarnya yang ingin dilihat asesor adalah respons dari pertanyaan, bukan jawabannya," ucap Bima.
Hasil Tes Tak Kunjung Diungkap
Koalisi organisasi masyarakat sipil mendorong BKN menunjukkan hasil uji konsekuensi atas informasi TWK KPK untuk membuktikan bahwa itu memang rahasia.
"Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ucapannya kepada publik yang banyak dikutip media mengenai informasi terkait TWK sebagai informasi rahasia, Kepala BKN perlu segera menunjukkan kepada publik hasil uji konsekuensi mengenai dikecualikannya informasi tentang TWK dari informasi publik," tutur koalisi LSM yang bernama Freedom Information of Network Indonesia (FOINI) itu, dalam keterangannya, Minggu (20/6).
"Jika tidak, patut dicurigai bahwa BKN mengkategorikan informasi tersebut sebagai rahasia negara yang dikecualikan dari informasi publik secara sepihak atau tanpa uji konsekuensi, dan dengan demikian, mengangkangi pasal 2 ayat (4) dan 17 UU KIP.
Diketahui, berdasarkan UU KIP, uji konsekuensi informasi merupakan proses pengujian yang wajib dilakukan oleh badan publik terhadap informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima sebelum menolak permohonan informasi publik dari pemohon informasi publik atas dasar pengecualian karena bersifat rahasia sesuai UU.
FOINI sendiri sudah mencoba meminta informasi soal TWK itu kepada KPK. Namun, lembaga antirasuah tak memberikannya dengan alasan tidak dalam penguasaan mereka.
"Surat KPK RI No. B-3566/HM.06.00/50-56/06/2021 perihal Jawaban Surat FOINI tertanggal 11 Juni 2021 yang pada intinya menyampaikan bahwa informasi yang FOINI minta tidak berada dalam kewenangan KPK jelas merupakan jawaban yang tidak berdasar pada hukum," lanjut Koalisi.
Berdasarkan PP Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN dan Perkom KPK tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, diatur bahwa asesmen TWK dilaksanakan oleh KPK bekerja sama dengan BKN.
"Masa bikin hajatan atau kondangan, tapi mereka tidak tau apa daftar menunya dan catering-nya. Ini yang agak aneh," kata Manager Yappika Actionaid Hendrik Rosdinar, salah satu anggota koalisi, Minggu (20/6).
![]() |
Kepentingan publik secara luas patut dikedepankan ketimbang menjaga dokumen ini. Dengan ini lembaga yang lahir dari reformasi dapat tetap terjaga marwahnya," lanjutnya.
Sebelumnya, saat ditanya soal tiga jenis tes yang dipermasalahkan oleh Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko, Bima Haria Wibisana menolak menjelaskan itu. Menurut dia, tes bukan objek yang bisa dijelaskan berdasarkan KIP.
"Tidak ada tanggapan. Tes itu bukan obyek yang bisa dibuka berdasarkan UU KIP," klaimnya, Kamis (27/6).
Sementara, Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengakui pihaknya sudah menerima hasil asesmen TWK para pegawai, meski sejumlah informasi lainnya yang diminta para pegawai belum didapat.
"Hanya poin 1 saja [hasil asesmen TWK para pegawai] yang ada dan telah diterima pada tanggal 27 april 2021 dan dibuka pada tanggal 5 Mei 2021 sebagaimana video dimaksud," terang Ali, saat menjawab soal 'video unboxing' informasi hasil asesmen TWK, Jumat (18/6).
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menegaskan unggahan video tersebut sebagai bentuk transparansi KPK. "Kami berharap pihak-pihak tidak membangun asumsi dan opini keliru mengenai ini," tandasnya.
(ryh/arh)