Pemerintah telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Rabu (23/6).
Penandatanganan itu dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. SKB nantinya akan menjadi rujukan dalam penerapan sejumlah pasal-pasal yang dinilai bersifat karet dalam UU ITE.
Adapun beberapa pasal yang diberi pedoman implementasi dalam UU ITE ini ialah pasal 27, 28, 29 dan 36. Banyak yang menilai, pasal-pasal tersebut menimbulkan kriminalisasi, termasuk diskriminasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 27 ayat (1)
Beleid ini mengatur tentang muatan melanggar kesusilaan. SKB merincikan bahwa perbuatan yang dilarang pada pasal ini ialah saat seseorang mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang melanggar kesusilaan.
"Bukan pada perbuatan kesusilaannya itu sendiri," tulis pedoman implementasi SKB tersebut.
Penegak hukum juga diminta untuk melihat konteks sosial budaya dan tujuan muatan tersebut sehingga dapat ditelaah lebih lanjut berkaitan dengan kesusilaan atau tidak.
Pasal 27 ayat (2)
Mengatur tentang muatan yang melanggar perjudian. SKB ini menekankan pada konten perjudian yang dilarang dan tidak memiliki izin berdasarkan aturan perundang-undangan. Jenis konten itu seperti aplikasi, akun, iklan, situs, dan/atau sistem billing operator bandar.
Dirincikan juga mengenai penyebaran konten tersebut dapat berbentuk transmisi dari satu perangkat ke perangkat lain, atau mendistribusikan dari satu perangkat ke banyak perangkat.
Pasal 27 ayat (3)
Mengatur terkait muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal ini kerap dijadikan sebagai alat untuk saling melapor antar individu dengan individu lainnya.
Dalam SKB, dirincikan, bahwa muatan pencemaran nama baik merujuk pada ketentuan dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Pencemaran itu diartikan sebagai delik menyerang kehormatan atau menuduh seseorang dengan hal yang tak benar.
Sehingga, sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan maka harus dibuktikan terlebih dahulu kebenaran dari suatu informasi yang disebarkan.
"Delik pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (5) UU ITE. Sebagai delik aduan absolut, maka harus korban sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum. Kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian," tulis pedoman dalam SKB tersebut.
Pedoman ini pun merincikan bahwa muatan pencemaran nama baik dengan kriteria diketahui umum bisa berupa unggahan di media sosial yang menggunakan pengaturan akses publik. Atau dalam konteks disiarkan di suatu aplikasi grup percakapan yang bersifat terbuka di mana siapapun dapat bergabung.
Pasal 27 ayat (4)
Mengatur terkait muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Dalam SKB ini, diberi pedoman bahwa pemerasan dan/atau pengancaman dapat disampaikan secara terbuka ataupun tertutup.
Pertama kali, perbuatan ini harus dibuktikan dengan motif keuntungan ekonomis yang dilakukan pelaku sehingga norma pada aturan ini mengacu pada Pasal 368 KUHP.
Berlanjut ke halaman berikutnya....