Ahli Kesehatan UI Kritik Pidato Covid Jokowi soal PPKM Mikro

CNN Indonesia
Kamis, 24 Jun 2021 18:05 WIB
Ilustrasi Jokowi. (Biro Pers)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI), Hermawam Saputra menyebut bahwa pidato Presiden Joko Widodo menanggapi situasi terakhir terkait darurat pandemi Covid-19 di Indonesia, terlalu normatif.

Hermawan menilai tak ada ketegasan atau kebijakan baru yang disampaikan Jokowi guna menekan laju penyebaran virus corona yang terus meningkat beberapa hari terakhir.

"Secara umum saya melihat pidato Presiden sesuatu yang normatif terkait upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah," kata Hermawan lewat sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (24/6).

Dalam pidatonya, menurut Hermawan, Jokowi hanya menegaskan bahwa pemerintah tetap akan melanjutkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam mengendalikan laju pandemi.

Untuk itu, Jokowi menginstruksikan pemerintah daerah mengoptimalkan PPKM sebagai strategi penanganan pandemi yang dianggap paling efektif saat ini. Mantan Wali Kota Solo itu menyebut, PPKM esensinya sama dengan lockdown yang didorong sejumlah ahli.

Hermawan mengkritik sejumlah poin dan instruksi Jokowi tersebut. Sebab menurut dia, faktanya pemerintah masih kewalahan mengendalikan perilaku masyarakat. Di sisi lain, sejumlah instruksi Jokowi, kata dia, tak disertai konsistensi untuk meningkatkan target tracing dan testing sebagai cara lain yang mestinya tetap harus dilalukan.

Jika serius, kata Hermawan, pemerintah mestinya bisa mengejar target testing spesimen di angka 500-700 ribu per hari, dengan asumsi menyasar 200-300 ribu orang.

Menurut dia, upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dengan mendorong percepatan vaksinasi belum cukup. Apalagi, target vaksinasi juga masih jauh dari capaian target.

"Kalau PPKM tidak bisa diikuti dengan tracing dan testing yang baik, rasa-rasanya lockdown tetap harus digaungkan," kata dia.

Hermawan turut menyoroti sejumlah fenomena penolakan dan pembangkangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, seperti di Madura. Menurut dia, suara-suara penolakan itu merupakan konsekuensi logis dari inkonsistensi kebijakan pemerintah.

Menurut dia, masyarakat mulai jenuh, sebab kebijakan pemerintah Jokowi pada kenyataannya belum menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan.

"Ekonomi juga tidak pulih, kesehatan juga tidak membaik. Maka perlu ada kepastian," kata dia.

(thr/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK