Jumlah warga yang dinyatakan pulih dari infeksi virus corona pada libur lebaran ternyata lebih rendah daripada libur nataru. Dalam perbandingan enam pekan, libur lebaran mencatat secara kumulatif 237.425 orang sembuh, sementara pada libur nataru 382.020 orang pulih selama kurun waktu enam pekan.
Jumlah kasus sembuh yang relatif sedikit menunjukkan bahwa periode rawat inap di rumah sakit maupun isolasi mandiri di rumah lebih lama.
Jumlah pemeriksaan warga terhadap virus corona pada libur lebaran lebih tinggi daripada pemeriksaan sewaktu libur nataru dalam kurun waktu perbandingan sama, yakni enam pekan. Pada libur lebaran kumulatif tes dilakukan terhadap 2.425.933 orang, sementara pada nataru dilakukan terhadap 1.1678.835 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun perlu diketahui, jumlah pemeriksaan pada periode Januari-Februari hanya menggunakan metode tes polymerase chain reaction (PCR) dan Tes Cepat Molekuler (TCM). Sementara sejak 2 Maret 2021, pemerintah mencantumkan rapid test antigen sebagai tambahan tes di laporan data harian.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar pemeriksaan 1:1.000 penduduk per pekan. Dengan asumsi populasi Indonesia mencapai 270 juta jiwa, maka sewajarnya 270 ribu orang diperiksa per pekan atau dalam perbandingan data ini selama enam pekan, maka ideal tes yakni 1.620.000 orang.
Apabila dilihat, dalam hal ini pemeriksaan baik pada libur nataru maupun libur lebaran sudah melampaui standar pemeriksaan covid-19 dari WHO.
Positivity rate merupakan persentase perhitungan dari penambahan kasus positif Covid-19 dibagi jumlah orang yang diperiksa kemudian dikali 100 persen. WHO menetapkan ambang batas minimal angka positivity rate kurang dari 5 persen.
WHO mengkategorikan positivity rate dalam empat tingkatan. Pertama kurang dari dua persen maka disebut low incidents. Kemudian 2-4,99 persen dikatakan fase moderate; 5-19,9 persen disebut high incidents; dan lebih dari 20 persen dikatakan selanjutnya sebagai very high incidents.
Dalam perbandingan libur nataru dan lebaran, dapat dilihat bahwa rata-rata positivity rate dalam enam pekan di libur nataru lebih tinggi daripada libur lebaran. Pada nataru positivity rate mencapai 27,04 persen, sementara positivity rate libur lebaran selama enam pekan sebesar 13,1 persen.
Namun belakangan, Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo menilai bahwa positivity rate sejatinya hanya dihitung dengan parameter pembagi pemeriksaan menggunakan PCR dan Tes Cepat Molekuler (TCM) saja, sementara rapid test antigen tidak bisa dijadikan tolok ukur positivity rate.
Itu artinya, masih sulit membandingkan data positivity rate dari sebelum periode pemberlakuan penambahan antigen di laporan harian di Maret 2021. Sebab, pemerintah saat ini menghitung positivity rate tetap berdasarkan jumlah orang yang diperiksa per harinya, baik menggunakan PCR, TCM, dan antigen.