Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) buka suara soal polemik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) setelah menyampaikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo.
Sejumlah perwakilan BEM UI dipanggil pihak kampus setelah mengunggah poster yang menjuluki Jokowi dengan sebutan The King of Lip Service atau Raja Pembual karena dinilai kerap menebar janji manis.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menilai ketidakharmonisan antara pimpinan perguruan tinggi dan mahasiswa merupakan hal yang biasa terjadi di lingkup pendidikan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada kalanya ada sedikit ketidakharmonisan, tapi tujuannya dalam rangka saling menyayangi dan menghargai. Enggak perlu dibesar-besarkan," kata Nizam kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/6).
![]() |
Nizam mengumpamakan hubungan antara pimpinan perguruan tinggi dengan mahasiswa seperti hubungan antara orang tua dengan anak atau kakak dengan adik.
"Tentu harapan saya hubungan antara pimpinan PT dan mahasiswa bisa selalu harmonis," tuturnya.
Nizam sendiri mengaku belum mengetahui detil terkait polemik terkait kritik yang disampaikan BEM UI kepada Jokowi. Namun ia mengatakan akan mengklarifikasi hal tersebut ke pihak kampus.
"Saya otw ke Jakarta sambil klarifikasi masalahnya ke teman-teman UI," tambah Nizam.
Langkah UI memanggil mahasiswanya yang bertanggungjawab atas unggahan berisi kritik kepada Jokowi dikecam banyak pihak, mulai dari aliansi BEM, organisasi masyarakat, hingga politisi.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah menilai tindakan yang dilakukan Rektorat UI tidak benar dan menggambarkan mental Orde Baru.
Sementara Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan meyakini julukan The King of Lip Service kepada Jokowi memiliki basis data yang kuat, sehingga tidak seharusnya diintervensi kampus.
"Pihak kampus tidak boleh jadi alat istana untuk membungkam kemerdekaan mahasiswa berpendapat," kata Irwan.