Komnas HAM Tindaklanjuti Kasus Mahasiswa Unnes Pelapor Rektor

CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2020 02:00 WIB
Komisioner Komnas HAM menyatakan dalam setahun ini bukan sekali saja pihaknya mendapat aduan terkait kebijakan pihak kampus Unnes.
Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022, Beka Ulung Hapsara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bakal menindaklanjuti kasus mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) Frans Napitu yang mendapatkan sanksi skorsing setelah melaporkan rektornya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Frans dan tengah menunggu kelengkapan berkas pengaduan kasus.

"Ada kelengkapan berkas yang harus dilengkapi. Tapi Komnas akan mengambil sikap untuk menindaklanjuti laporan atau aduan yang masuk. Jadi ini hanya administrasi saja," kata Beka kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (25/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah menerima laporan, sambungnya, Komnas HAM akan memanggil pihak mahasiswa dan Unnes untuk mencari duduk perkara dari kasus tersebut.

Jika terbukti melanggar HAM, pihaknya akan memberikan rekomendasi yang sesuai kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Namun, secara keseluruhan, Beka menyayangkan langkah kampus memberikan sanksi skors kepada Frans. Hal tersebut menurutnya memiliki indikasi pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi.

"Ini kan laporan adalah bentuk salah satu ekspresi atau langkah dari kebebasan menyatakan pendapat. Ketika melihat ada dugaan korupsi, meskipun baru dugaan, saya kira memang itu harus dilindungi," ujarnya.

Ini pun, kata Beka, bukan pertama kalinya Unnes berurusan dengan Komnas HAM. Pada Agustus lalu, mahasiswa Unnes juga melaporkan kasus dugaan pelanggaran HAM pada kebijakan uang kuliah tunggal (UKT). Pelapor menduga Mendikbud Nadiem Makarim melanggar HAM.

Saat itu, Komnas HAM, menemukan ada perbedaan implementasi di kampus dengan kebijakan keringanan UKT dan instruksi Kemendikbud yang dinilai menyusahkan mahasiswa. Kampus juga diduga melanggar HAM ketika merespons demonstrasi mahasiswa yang menuntut pemotongan UKT.

Lantaran ada dua laporan terkait Unnes yang diterima Komnas HAM dalam kurun waktu setahun, Beka meminta pihak rektorat melakukan evaluasi internal untuk memastikan kasus serupa tidak terjadi lagi.

Sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI ikut meminta Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun tangan dalam kasus yang dialami Frans Napitu.

"[BEM UI] mendorong lembaga terkait, seperti Komnas HAM dan LPSK untuk melakukan perlindungan terhadap Frans Napitu atas kasus yang menjeratnya," ungkap Ketua BEM UI Fajar Adi Nugroho melalui keterangan tertulis yang diunggah akun Twitter @BEMUI_Official, dikutip Rabu (25/11).

Fajar menilai apa yang dilakukan kampus merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan akademik yang secara hukum wajib dijamin dan dilindungi pimpinan institusi pendidikan tersebut.

Di Semarang, dukungan bagi Frans Napitu datang dari sejumlah rekan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Melawan Pembungkaman Akademik (GEMPA).

Pada Selasa (24/11), mereka menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dekanat Fakultas Hukum Unnes, Sekaran, Gunung Pati, Semarang pada Selasa (24/11). Lewat aksi ini, massa pendemo mendesak Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah untuk mencabut surat pengembalian Frans Napitu ke orang tuanya.

Oleh massa, skorsing 'merumahkan' Frans Napitu dianggap tindakan pembungkaman mahasiswa untuk berpikir dan bersikap kritis. Apalagi, sambung mereka, sanksi itu diberikan setelah Frans melaporkan dugaan korupsi Rektor Unnes Fathur Rohman ke KPK beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, di tahun 2018, Unnes juga memberikan skorsing kepada mahasiswanya yang bernama Julio Belnanda Harianja karena melontarkan kritik pedas lewat media sosial terhadap Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir terkait kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

"Yang pertama tuntutannya adalah mencabut skorsing, kemudian menegakkan KPK, kemudian menyayangkan pihak kampus sehingga jangan sampai ada pembungkamaan-pembungkaman selanjutnya," ujar Koordinator aksi Wahyu Suryono di sela unjuk rasa mereka kemarin.

Aksi demo menuntut pencabutan skorsing “merumahkan” mahasiswa UNNES Frans NapituAksi demo menuntut pencabutan skorsing mahasiswa UNNES Frans Napitu, di depan lingkungan kampus, Semarang, ( CNN Indonesia/ Damar

Menanggapi aksi demo itu, Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah, saat menemui massa pendemo, enggan berbicara banyak dan tetap pada keputusannya atas sanksi terhadap Frans Napitu.

Sebaliknya, apa yang dilakukan Unnes merupakan bentuk tanggung jawab moral dimana mengembalikan mahasiswanya ke orang tua.

"Status Frans masih tetap mahasiswa kok, kami pun terbuka untuk menerima Frans kembali asal sikapnya berubah. Dan yang paling penting, dasar kami bukan aksi Frans ke KPK, tapi surat pernyataan dari Frans sendiri yang tidak akan menjatuhkan nama baik Unnes," ujar Wakil Dekan Fakultas Hukum Unnes Ali Masyhar Mursyid, di kantornya.

Sebelumnya, Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang mengatakan pihaknya masih menginvestigasi kemungkinan pelanggaran hukum dalam pemberian sanksi skors oleh Unnes.

"Sedang kami tindak lanjuti. Jadi [sekarang] belum ada hasilnya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/11).

Sebelumnya, Frans melaporkan Rektor Unnes ke KPK terkait dugaan korupsi. Unnes kemudian memberinya sanksi dengan dalih berkelakuan buruk dan terlibat dalam dukungan terhadap OPM.

Hal ini ditampik oleh Frans. Ia mengatakan yang dilakukan hanya bentuk solidaritas terhadap kasus rasisme di Papua.

(fey/dmr/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER