Di sisi lain, Trubus menyebut pemerintah harus menerapkan sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan selama PPKM Darurat. Menurutnya, PPKM Darurat bisa berjalan optimal jika ada pengawasan yang ketat dan penegakan hukum.
"Cuma ada masalah law enforcement, penegakan hukum apakah daerah mampu atau pemerintah mampu untuk memberikan sanksi hukuman kepada mereka yang melakukan pelanggaran," katanya.
Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan pemerintah pusat juga perlu menguatkan testing, tracing, serta treatment untuk membantu daerah selama PPKM Darurat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kapasitas testing dan tracing harus minimal sebanyak 700 ribu spesimen setiap harinya. Saat ini hanya sekitar 100 ribuan sampel yang diperiksa.
"Dan itu masih jauh sekali, artinya testing dan tracing kita masih sangat lemah padahal daerah-daerah itu membutuhkan," ujarnya.
Hermawan menyebut kondisi yang terjadi saat ini pelaksanaan tes dan penelusuran kontak erat rendah, sementara perawatan pasien kurang maksimal karena rumah sakit (RS) membludak.
"Itu bagaimana mungkin bisa tetap menyelenggarakan (pelayanan kesehatan) sementara laju penularan jalan terus, jadi memang kita berharap itu terus dikuatkan," kata Hermawan.
Hermawan berpendapat pemerintah juga perlu merekrut relawan untuk membantu nakes menangani pasien Covid-19. Untuk melakukannya, pemerintah pusat mesti berkoordinasi dengan organisasi profesi.
"Pelibatan voluntary mechanism ini harus melalui organisasi profesi, oleh karena itu pemerintah harus segara melakukan pulling resources, jadi mengumpulkan jejaring seluruh organisasi profesi bidang kesehatan supaya siap dan tanggap di seluruh faskes," ujarnya.
Namun, Hermawan menilai penerapan PPKM Darurat tak akan efektif untuk menekan laju penyebaran Covid-19 jika dilihat dari perspektif kesehatan masyarakat dan epidemiologis.
"Karena kami berharap lockdown untuk memutus mata rantai covid," kata Hermawan.
Menurutnya, kebijakan yang diambil saat ini juga masih merujuk pada peta epidemiologis, yakni zona merah hingga zona hijau. Padahal, kata Hermawan, kerap kali terjadi perbedaan data yang dimiliki oleh pemerintah pusat dengan daerah.
"Itu variabel yang berubah, data yang dipakai minggu lalu atau 10 hari yang lalu, padahal zonasi itu berubah tiap waktu, tiap hari, tiap pekan itu berubah jadi memang kebijakan PPKM ini tidak membawa nilai signifikan terhadap pengendalian covid," kata Hermawan.
(dis/fra)