Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan konsekuensi hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti melanggar protokol kesehatan (prokes) selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali mulai 3-20 Juli 2021.
Ia menuturkan, ada beragam sanksi yang sudah diatur sebagaimana ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, hingga Instruksi Mendagri yang saat ini tengah disusun.
"Tetap digunakan UU yang ada. Misal UU yang terkait dengan masalah penegakan prokes pandemi itu adalah UU Kekarantinaan Kesehatan, kemudian UU Wabah Penyakit Menular, semua ada sanksi pidana. Di antaranya kalau terjadi kerumunan besar yang tidak sesuai prokes sehingga terjadi penularan, itu dapat dikenakan pidana. Bahkan pidananya cukup lama," ujar Tito dalam jumpa pers secara virtual, Kamis (1/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.
Kemudian dalam UU Wabah Penyakit Menular ketentuan mengenai sanksi terhadap pelanggar prokes termuat dalam Pasal 14 yang berbunyi:
1. Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.
2. Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp500 ribu.
3. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
Selain itu, Tito menyatakan penerapan Pasal yang termuat dalam KUHP juga bisa digunakan terhadap para pelanggar prokes.
"KUHP juga bisa dikenakan misal ada tempat yang jam 8 harusnya ditutup tapi tidak dilaksanakan, [pelanggar prokes] melawan. Ada Pasalnya. Pasal 212 sampai 218 KUHP, melawan perintah petugas yang sah," tutur dia.
Mantan Kapolri ini menambahkan Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Kepala Daerah (Perkada) juga memuat sanksi terhadap para pelanggar prokes.
"Perda sanksinya pidana denda dan sosial. Sementara Perkada lebih banyak sanksi sosial," ucap Tito.
Penegakan atas pelanggar prokes juga bisa melalui operasi yustisi tindak pidana ringan yang dijalankan oleh Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) bersama dengan Polri dan Kejaksaan. Menurut Tito, pelaksanaan aturan ini untuk memberikan efek jera.
Lebih lanjut, ia berujar juga ada sanksi bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan PPKM Darurat merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
"Dapat juga dikenakan sanksi mulai dari administrasi, teguran tertulis sampai dengan sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan. Ini sudah disampaikan dengan kepala daerah tadi," kata Tito.
Di samping itu, Kemendagri tengah menyiapkan draf instruksi menteri untuk menyokong pelaksanaan PPKM Darurat. Tito mengatakan nantinya dalam instruksi tersebut turut diatur rincian soal sanksi.
(ryn/psp)