Resah Warga PPKM Darurat:Lebih Parah, Bakal Nunggak Kontrakan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat se-Jawa Bali resmi diterapkan mulai hari ini, Sabtu (3/7) hingga 20 Juli mendatang.
Sejumlah poin pembatasan ditetapkan mulai dari work from home (WFH) 100 persen bagi sektor non essential, menutup mal dan pusat perbelanjaan, menutup semua tempat ibadah dan fasilitas umum, serta melarang restoran atau pedagang kaki lima (PKL) melayani makan di tempat.
Kebijakan pemerintah menetapkan PPKM Darurat ini pun mendapat respons beragam dari masyarakat. Beberapa dari mereka mengaku pasrah namun khawatir, ada pula yang menolak, hingga memahaminya sebagai bentuk lockdown.
Salah seorang pedagang bubur ayam kaki lima yang ditemui di kawasan Mampang, Basirin (30), memahami PPKM Darurat sebagai lockdown.
"Denger-denger sih mau lockdown lagi. Cuman kan nggak tahu, pastinya belum tahu," kata Basirin saat ditemui di lapaknya.
Basirin mengaku sejak pandemi melanda dagangannya kurang laku. Saat mendengar kabar PPKM Darurat itu ia merasa bahwa hidupnya akan lebih sengsara. Padahal, ia mesti menghidupi anak dan istrinya di kontrakan.
"Lebih sengsara lagi, yang jelas lebih tambah parah. Bisa nunggak kontrakan lagi," tuturnya.
Sejak pandemi, Basirin mengaku kerap menunggak membayar kontrakan. Saat mendengar PPKM Darurat, ia terbesit untuk pulang ke kampung halaman.
Namun, Basirin bimbang. Jika pulang, ia tetap harus membayar kontrakan sementara biaya untuk bertahan hidup di ibu kota cukup tinggi. Sementara ia sudah merasa lelah secara fisik maupun pikiran karena dagangannya sepi pembeli.
"Kan capek tenaga capek pikiran, serba bingung," ujar Basirin.
Sementara salah seorang karyawan swasta Ahmad Taufiq (24) menilai tindakan pemerintah yang kerap berganti-ganti kebijakan menimbulkan kesan bahwa itu hanya basa basi.
Menurutnya, pemerintah cenderung lebih mempedulikan pertumbuhan ekonomi daripada keselamatan warganya.
Hal ini terlihat saat kasus penularan menurun pemerintah, tahun lalu, mengambil kebijakan PSBB Transisi. Selain itu, pemerintah juga tidak tegas melarang mudik dan tidak menutup pintu masuk dari luar negeri.
"Langkah pembatasan yang diambil pemerintah selama ini sangat terkesan basa-basi," kata Taufiq.
Sebagai karyawan swasta, Taufiq juga merasa khawatir akan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurutnya, berbeda dengan pembatasan tahun lalu, pembatasan PPKM Darurat ini diberlakukan saat ekonomi belum pulih. Sehingga, dampak ekonomi akibat PPKM Darurat akan sangat terasa dan bukan tidak mungkin akan ada peningkatan PHK.
"Padahal yang kemarin sempat ter-PHK saja masih banyak yang belum kembali bekerja," ujarnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya...