Kemenkes: Vaksin Berbayar Tak Hilangkan Hak Dapat yang Gratis
Kementerian Kesehatan menyatakan masyarakat tetap berhak mendapat vaksin Covid-19 gratis meskipun ada program vaksin gotong royong (VGR) berbayar.
"Ini (vaksin GR berbayar) opsi saja, tidak menghilangkan hak mendapatkan vaksin program pemerintah," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/7).
Masyarakat, ujar dia, bebas memilih vaksin program pemerintah maupun vaksin GR berbayar. Pihaknya juga tetap membuka kesempatan vaksin pemerintah bagi masyarakat umum.
"Tidak ada syarat khusus," lanjutnya.
Lebih lanjut, Nadia mengatakan vaksinasi GR berbayar akan menggunakan vaksin Sinopharm dan Cansino yang berbeda dengan vaksin program pemerintah.
Pada program pemerintah, saat ini Kemenkes mengerahkan vaksin Sinovac, Astrazeneca, Pfizer, dan Moderna. Vaksin terakhir digunakan untuk dosis ketiga pada tenaga kesehatan.
"Sisanya belum ada rincian akan didistribusikan kemana," tambah dia.
Sebelumnya, pemerintah menyematkan aturan vaksinasi gotong royong berbayar dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021 yang dikeluarkan per 5 Juli lalu. Program ini akan dijalankan PT Kimia Farma dengan harga Rp321.660 dosis.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansyuri mengatakan vaksinasi berbayar Gotong Royong itu diberlakukan sebagai upaya percepatan vaksinasi dan sifatnya komplementer atau pelengkap dari program pemerintah.
"Kita berharap bahwa vaksin Sinopharm yang didatangkan oleh PT Kimia Farma yang merupakan anak perusahaan Bio Farma akan digunakan untuk vaksin gotong royong. Di mana kita sudah memiliki kerjasama untuk mendatangkan 15 juta dosis vaksin Sinopharm tersebut dan vaksin gotong royong," kata dia, Selasa (13/7).
"Bisa meringankan beban pemerintah dalam hal pelaksanaan program vaksinasi tersebut," lanjut dia.
Di sisi lain, Deputi Direktur Public Virtue Research Institute (PVRI) Anita Wahid menuntut pemerintah untuk membatalkan program vaksinasi berbayar (Gotong Royong), bukan menunda.
"Di tengah vaksinasi yang belum merata, langkah itu justru menjauhkan kita dari keadilan dan kesetaraan pada akses layanan kesehatan dan menambah disparitas. Karena itu, pemerintah bukan hanya harus menunda vaksin mandiri, tetapi harus segera membatalkannya," ucap dia, yang merupakan putri Presiden keempat RI Gus Dur itu, dalam keterangan tertulisnya.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti dari PVRI Mohammad Hikari Ersada mengatakan penundaan tersebut hanya akan menambah daftar pandang kegagalan pemerintah dalam mengendalikan wabah penyakit.
"Mengizinkan vaksinasi berbayar sama saja dengan membebankan warga yang dalam keadaan susah. Penundaan itu juga tidak cukup. Pemerintah harus batalkan segera. Alih-alih merespons situasi genting, pejabat pemerintah justru memberi pernyataan yang terkesan tidak empatik," ucap Hikari.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyebut ada sekitar 10 juta orang terdaftar dalam program ini. Namun, stok vaksin Sinopharm yang masuk baru cukup untuk 750.000 orang.
VGR untuk karyawan swasta pun baru menjangkau 465.000 orang. Beberapa hambatan VGR perusahaan di antaranya adalah harga vaksin yang dirasa memberatkan dan ketidakpastian jadwal pengiriman.