Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo akan menjalani sidang vonis kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster (benur) pada hari ini, Kamis (15/7).
Sidang akan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Sesuai jadwal persidangan adalah sidang agenda putusan majelis hakim atas perkara dengan terdakwa Edhy Prabowo," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding, Rabu (14/7) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK, lanjut Ipi, berharap agar majelis hakim dapat memutus bersalah Edhy dengan mempertimbangkan fakta-fakta hukum dalam persidangan.
"KPK tentu berharap majelis hakim akan memutus dan menyatakan terdakwa bersalah dengan mempertimbangkan seluruh fakta hukum sebagaimana uraian analisis yuridis JPU [Jaksa Penuntut Umum] dalam tuntutannya," kata Ipi.
Sementara itu, Pengacara Edhy, Soesilo Aribowo, berharap majelis hakim yang diketuai oleh Albertus Usada dapat memutus bebas kliennya atau setidaknya menyatakan kliennya hanya terbukti melanggar Pasal 11 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam surat tuntutan, Edhy dinilai telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Adapun ancaman pidana Pasal 11 yakni pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. Sedangkan ancaman pidana Pasal 12 yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Harapan saya selaku PH [Penasihat Hukum] pak Edhy Prabowo, karena pembuktian JPU lemah, harapannya bebas atau setidak-tidaknya Pasal 11," kata Soesilo, Rabu (14/7).
Dalam perkara ini, Edhy dituntut dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, eks politikus Partai Gerindra tersebut juga dituntut membayar uang pengganti senilai US$77.000 atau sekitar Rp1,12 miliar dan Rp9.687.447.219 subsider dua tahun penjara.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut majelis hakim mencabut hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok.
Sementara dalam pleidoi atau nota pembelaannya, Edhy meminta kepada majelis hakim agar membebaskan dirinya dari seluruh tuntutan jaksa. Ia mengaku tak melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan jaksa. Edhy menilai tuntutan lima tahun penjara dan denda Rp400 juta sangat memberatkan.
Dalam pleidoinya pula, ia sempat menyinggung peran dirinya sebagai tulang punggung keluarga yang memiliki istri salihah dan tiga orang anak.
"Saya sudah berusia 49 tahun, usia di mana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat. Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang salihah dan tiga orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Sehingga, tuntutan penuntut umum yang telah menuntut saya adalah sangat berat," ujar Edhy saat membacakan pleidoi, Jumat (9/7).
(ryn/ain)