Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus uang senilai Rp51,7 miliar di Bank Garansi terkait izin ekspor benih lobster (benur) dirampas untuk negara.
Dalam hal ini hakim mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"BB (Barang Bukti) 1.524 huruf a berupa uang sejumlah Rp51.799.542.040 dirampas untuk negara," ujar hakim ketua Albertus Usada di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, uang sejumlah Rp150 juta dikembalikan kepada UD Bali Sukses Mandiri; uang Rp120 juta dikembalikan kepada PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri; dan uang Rp250 juta dikembalikan kepada PT Hutama Asia Sejahtera.
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan tuntutan, jaksa menuntut majelis hakim untuk memutuskan uang Rp51,7 miliar di Bank Garansi terkait ekspor benur dirampas untuk negara. Selain itu, jaksa juga meminta hakim memutuskan sejumlah uang di Bank Garansi dikembalikan ke beberapa perusahaan eksportir.
Adapun nilai total uang yang telah terkumpul di Bank Garansi sebesar Rp52,3 miliar. KPK menyita uang tersebut dari Bank BNI 46 cabang Gambir.
KPK menjelaskan bahwa Bank Garansi merupakan bagian dari konstruksi perkara secara utuh.
Pihak eksportir yang ingin mendapat izin ekspor benur disinyalir memberikan sejumlah uang kepada Edhy Prabowo melalui pihak lain.
Edhy diduga memerintahkan Sekretaris Jenderal KKP, Antam Novambar, agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (Bank Garansi) dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
Kemudian, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut.
"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, beberapa waktu lalu.
Dalam perkara ini, Edhy dijatuhi hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan.
Ia juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp9,6 miliar dan US$77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan. Serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.
Hukuman tersebut berlaku setelah Edhy menjalani vonis lima tahun penjara. Merespons putusan hakim, Edhy menyatakan pikir-pikir sebelum menentukan langkah lebih lanjut apakah menerima atau banding.
(ryn/arh)