Penny menyebut sejumlah negara telah memakai Ivermectin untuk penanganan pandemi Covid-19, seperti India, Peru, Slovakia dan Ceko.
Apa yang disampaikan oleh Penny seolah jadi menjadi angin bagi Ivermectin sebagai obat terapi Covid. Vice President PT Harsen Laboratories yang merupakan produsen Ivermectin Sofia Koswara bahkan sempat mengklaim Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah mengonsumsi obat Ivermectin selama empat bulan belakangan. Klaim yang akhirnya diakui Sofia keliru.
Namun dorongan atas Ivermectin terus mengalir. Pihak lain yang bukan dari kalangan medis pun bersuara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, misalnya, mengaku telah mencoba obat Ivermectin selama masa isolasi mandiri ketika terinfeksi Covid-19. Hal ini diceritakan Susi lewat media sosial Twitter @susipudjiastuti.
"Di tengah kegalauan, saya hubungi Pak Erick Thohir (Menteri BUMN) atas beberapa research dan artikel yang muncul di media tentang Ivermectin. Saya coba menggabungkan sesuai dengan anjuran dokter yang ada di Pangandaran untuk isolasi menggunakan Paracetamol, Ivermectin, dan beberapa multivitamin," ungkap Susi dalam Twitter-nya, Rabu (30/6).
Angin segar untuk Ivermectin tak berlangsung lama. Selang beberapa hari setelah kicau Susi, Ivermectin dengan nama dagang Ivermax dianggap illegal. Pernyataan ini keluar dari BPOMusai menggelar inspeksi mendadak di gudang obat tersebut.
Obat Ivermectin yang dimaksud itu diproduksi oleh PT Harsen. Penny menyebut tidak hanya ilegal,obat dengan nama dagang Ivermax 12 juga bermasalah dalam proses distribusinya.
Pertama, kemasan yang dipakai untuk obat tersebut tidak siap edar. Kedua, distribusinya tidak melalui jalur distribusi resmi. Terakhir, Penny juga mengatakan, PT Harsen tidak mencantumkan masa kedaluwarsa sesuai dengan yang dikeluarkan oleh BPOM.
"Mencantumkan masa kedaluwarsa tidak sesuai yang disetujui BPOM, 12 bulan setelah tanggal produksi," ujar dia.
Belum selesai pelaksanaan uji klinik, terbit Surat Edaran Nomor PW.01.10.3.34.07.21.07 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Distribusi Obat dengan Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization) keluar.
Dalam laporan tersebut, BPOM menerbitkan izin penggunaan darurat terhadap delapan obat, untuk memonitor potensi kelangkaan obat pendukung penanganan terapi Covid-19 di tengah masyarakat. Ivermectinmasuk dalam daftar delapan obat itu.
"Memperjelas penerapan pelaksanaan keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.02.02.1.2.07.21.281 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.02.02.1.2.11.20.1126 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Persetujuan Penggunaan Obat Darurat (Emergency Use Authorization)," bunyi tujuan SE tersebut.
Surat itu ditandatangani oleh Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM Mayagustina Andarini pada Selasa (13/7). Dengan surat edaran itu peredaran Ivermectin kembali mendapat restu, dengan syarat-syarat pengawasan medis.
Namun, hari ini, Kamis (15/7) Penny membuat klarifikasi. Ia mengatakan, BPOM belum menerbitkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk Ivermectin. Anehnya, Penny tidak menepis kebenaran SE yang beredar sebelumnya, yang mengatur izin penggunaan darurat delapan obat termasuk Ivermectin.
"Belum ada EUA untuk Ivermectin, karena uji klinik baru dimulai. Kalau Ivermectin adalah obat uji untuk pengobatan covid-19," kata Penny melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/7).
Ia mengatakan SE itu merupakan edaran untuk distributor dan produsen obat yang digunakan untuk pasien Covid-19. Ia menyebut SE itu dibuat mengingat saat ini terdapat kelangkaan obat mendukung penanganan terapi covid-19 di peredaran, maka perlu adanya mekanisme monitor ketersediaan obat.
(yla/wis)