Unair Beberkan Polemik Obat Covid-19 Buatan TNI dan BIN

CNN Indonesia
Kamis, 15 Jul 2021 21:22 WIB
Unair Surabaya telah menyerahkan laporan hasil penelitian obat Covid-19 kepada BIN dan TNI AD selaku pihak yang memberi pekerjaan.
Rektor Unair Mohammad Nasih telah menyerahkan laporan hasil penelitian obat Covid-19 kepada BIN dan TNI AD selaku pihak yang memberi pekerjaan. Selanjutnya kewenangan ada pada kedua lembaga tersebut. (CNNIndonesia/ Farid Miftah Rahman)
Surabaya, CNN Indonesia --

Publik digegerkan dengan peredaran obat yang diklaim sejumlah lembaga bisa dikonsumsi untuk mengobati pasien Covid-19. Dalam kemasannya tertulis nama obat: Kombipak Yudhacov-2.

Dalam keterangan di kemasan, Kombipak Yudhacov-2 terdiri dari 4 kaplet salut Loriviad dan 2 kapsul Doxycycline. Tiap kaplet salut Loriviad mengandung Lopinavir/Ritonavir 200/50 milligram. Dan tiap kapsul Doxycycline mengandung Doxycycline sebanyak 100 milligram.

Tertulis pula dalam kemasan, obat itu hasil kerja sama BIN, TNI AD, Universitas Airlangga (Unair) dan diproduksi oleh Lafi Puskesad, Bandung. Disebutkan bahwa penggunaan obat ini tak diperjualbelikan dan harus disertai resep dokter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat dikonfirmasi, Rektor Unair Surabaya Prof Mohammad Nasih membenarkan bahwa obat itu dikembangkan pihaknya bersama BIN dan TNI AD sejak setahun lalu.

"Itu obat kombinasi yang diteliti oleh Unair bekerja sama dengan BIN pada tahun lalu," kata Nasih kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/7).

Ia mengatakan Kombipak Yudhacov-2 merupakan obat yang terdiri dari kombinasi dua obat yakni Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Kombinasi itu juga telah melewati rangkaian uji klinis.

Obat itu, kata Nasih, diklaim merupakan kombinasi yang paling efektif, dibandingkan sejumlah kombinasi yang sebelumnya ditemukan juga oleh peneliti Unair. Beberapa di antaranya yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Selain itu ada Hydrochloroquine dan Azithromycin.

Dua obat itu, kata Nasih, sudah beredar sejak lama. Ia pun menampik isu yang menyebutkan bawa kombinasi obat yang ada pada Kombipak Yudhacov-2 tak memiliki izin edar.

"Lha, dua obat itu [Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline] sudah lama beredar di samping obat-obat yang lain. Dua obat tersebut juga pasti sudah ada izin edarnya," ucapnya.

Artinya, dalam hal ini, Unair tidaklah menciptakan sebuah obat yang baru, melainkan menggabungkan Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline dalam satu kombinasi. Hal ini menurutnya lazim dilakukan para dokter selama praktik.

"Kami enggak bikin obat baru. Hanya mengkombinasi dua obat yang sudah ada. Soal bahan itu bukan urusan kami lah," ujar dia.

Pada Agustus 2020 lalu, kombinasi obat Unair-BIN-TNI AD ini sempat mendapatkan inspeksi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.

Hasil inspeksi BPOM dikatakan bahwa uji klinis obat Covid-19 yang dikembangkan Unair ini belum memenuhi prosedur uji klinis.

Dalam prosesnya, uji klinis obat harus dilakukan kepada subjek acak melihat dari gejala penyakit ringan, sedang, berat. Kemudian demografi penduduk, dan harus memberikan dampak yang signifikan kepada subjek.

Sementara subjek uji klinis obat Covid-19 ini adalah calon perwira di Secapa, Jawa Barat, yang merupakan kasus dengan gejala ringan.

Nasih tak mau banyak berkomentar tentang itu. Menurutnya hasil penelitian obat itu telah dilaporkan kepada BIN dan TNI AD. Maka menurutnya, kewenangan selanjutnya ada di dua instansi tersebut.

"Laporan hasil penelitian dan pengujian sudah kami serahkan ke pemberi pekerjaan yakni BIN dan juga TNI AD. Selanjutnya bola ada di mereka," tutur Nasih.

Kini, kata Nasih, jika ada pihak yang mengklaim bahwa kombinasi obat Kombipak Yudhacov-2 tak efektif untuk penanganan pasien Covid-19, maka sebaiknya yang bersangkutan juga melaporkan hal itu melalui penelitian dan jurnal ilmiah.

"Soal kajian ya silakan saja, kalau ada bukti tidak efektif ya tinggal ditulis diterbitkan di jurnal bereputasi. Selesai. Pihak-pihak yang berwenang pasti akan membacanya," kata Nasih.

Sementara itu, Kadispenad Brigjend Tatang Subrana menyatakan pihaknya akan mencari informasi lebih lanjut terkait peredaran obat tersebut. "Saya cari dulu informasinya," ujar Tatang.

Infografis Sebaran Varian Baru Virus Corona di RI 0Infografis Sebaran Varian Baru Virus Corona di Indonesia. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi)
(frd/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER