Surabaya, CNN Indonesia --
Di liku jalan perkampungan Keputih, Surabaya, yang tak terlalu lebar, di tengah deru mesin dan knalpot kendaraan yang terburu-buru, suara sirene dari ambulans pengantar jenazah meraung membelah jalan.
Raungnya memecah perhatian Haryanto. Dan itu sudah dialaminya nyaris saban hari dalam satu setengah tahun terakhir ini. Ketika suara sirene itu tiba, ia merasa jantungnya berdebar cemas. Itu terjadi berulang-ulang, tak peduli pagi, siang, sore atau malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suara sirene itu memburu pendengarannya, pandangannya. Ia hanya bisa tertegun dan terduduk. Sesekali Haryanto menghitung berapa mobil jenazah yang lewat, jari di tangannya pun tak cukup.
"Sehari bisa puluhan kali, pernah saya hitung dalam satu jam pasti selalu ada ambulans yang lewat," kata Haryanto, sembari mengaduk secangkir kopi, Jumat (16/7) lalu.
Haryanto adalah penjaga warung kopi di Jalan Medokan Keputih. Letak lapaknya tak jauh dari TPU Keputih, salah satu lokasi pemakaman bagi warga Surabaya yang meninggal dunia akibat infeksi Covid-19.
Perasaan Haryanto campur aduk. Di satu sisi ia resah mendengar suara itu. Dia takut menjadi gelisah. Namun di sisi yang lain suara itu juga membuatnya iba.
Ia membayangkan, bagaimana jika suatu saat tiba gilirannya menjadi korban ganasnya wabah. Jika sudah begitu, Haryanto hanya bisa berdoa.
"Cemas ya cemas, tapi semua manusia pasti nanti mengalami itu, saya cuma bisa berdoa aja," pasrah dia.
 Suasana di jalan kawasan Keputih, Sukolilo, Surabaya. (Foto: CNN Indonesia/ Farid) |
Haryanto hanya satu dari sekian banyak warga Keputih lainnya yang merasa resah mendengar suara sirene itu. Hal yang sama juga dialami oleh Arin, warga Jalan Keputih Tegal.
Baginya, bunyi sirene itu bahkan sudah mengganggu suara azan kala waktu salat tiba. Konsentrasinya saat beribadah terpecah.
Tak hanya itu, saat tengah malam pun, ambulans yang mengantarkan jenazah dan melintasi Jalanan Keputih tetap membunyikan sirene.
"Tengah malam masih ada suara sirene, ambulans lewat," ujarnya.
Warga Keputih jengkel terhadap para pengawal ambulans jenazah Covid. Baca di halaman berikutnya...
Suara sirene yang intens itu sebenarnya sudah mulai terdengar sejak awal masa pandemi Maret 2020, setahun yang lalu. Saat itu, Iren masih berusaha mengabaikannya. Tapi belakangan, saat kasus Covid-19 mulai menggila, ambulans makin sering lewat di jalan depan rumahnya.
Ia tak keberatan. Namun yang membuatnya makin terganggu adalah para pengendara motor yang jadi pengawal di depan ambulans.
Pengawal menggunakan motor inilah yang tak jarang bertindak semaunya kepada pengandara lain. Berteriak, menggeber gas, atau bahkan memukul mobil dan motor lain dengan tongkat.
Ia memahami, tujuan mereka adalah menjadi relawan agar mobil jenazah lancar saat perjalanan. Tapi, sikap pengendara motor pengawal ambulans ini sudah kelewatan.
"Motor pengantar mobil jenazah ini yang arogan bawa pentung itu yang paling meresahkan, blayer-blayer [ngegas-ngegas] kayak konvoi," kesalnya.
Rasa resah itu pun kemudian membuat warga sekitar bersepakat memasang banner atau spanduk yang isinya, melarang ambulans membunyikan sirenenya.
"Anda telah memasuki wilayah kampung Kelurahan Keputih. 1. Ambulance (mobil jenazah) matikan sirene, 2. Pengantar jenazah jangan arogan. Jangan ganggu ketentraman kampung kami," tulis spanduk yang dipasang warga setempat, dilihat CNNIndonesia.com, Kamis (15/7).
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Keputih, Indi Nuroini mengatakan, isi banner itu merupakan kesepakatan para warga.
"Kami pasang sebagai respons dari banyaknya warga Keputih yang mengeluhkan suara sirene mobil jenazah yang masuk wilayah jalan kampung kami," kata Indi.
Dalam sehari saja, rata-rata ada sekitar 50 ambulans yang melewati jalanan kampung menuju TPU Keputih, belum lagi mobil keluarga yang mengiringi dan pemotor yang mengawal. Hal itu membuat warga setempat resah dan dihantui rasa takut.
"Itu semua membuat masyarakat di kampung kami menjadi resah. Sehingga kami sepakat membuat imbauan seperti itu biar tetap santun di jalan," ujar dia.
Menyambut protes warga Keputih, Satgas Penanganan Covid-19 Surabaya pun telah berkoordinasi dengan seluruh rumah sakit di Surabaya, untuk tak membunyikan sirene ambulansnya saat mengantar jenazah.
"Sudah kami sosialisasikan, termasuk ke seluruh RS untuk tidak membunyikan sirene ambulans," kata Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Surabaya, Irvan Widyanto.