Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) Pandu Riono juga menilai perpanjangan PPKM Darurat Jawa-Bali maupun luar daerah dan mengubahnya menjadi PPKM Level 4 itu merupakan sebuah keharusan yang wajib dilakukan pemerintah.
Pandu mewanti-wanti bahwa penerapan PPKM Darurat harus dilakukan secara menyeluruh tanpa terkecuali. Ia menyebut parameter dan peta-peta zonasi risiko sudah tidak lagi relevan, karena penyebaran penularan yang sudah luas dan terbilang sulit dikontrol saat ini.
"Kalau ada level-level itu, bagaimana cara mengukur? pemerintah bikin kriteria tapi tidak ada yang mengukur, seharusnya perlakuan sama seluruh daerah. Itu hanya akal-akalan saja,monitoringnya tidak benar, evaluasi juga tidak benar, susah banget," jelasnya saat dihubungi CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah sebenarnya menerapkan sistem level untuk mengukur situasi pandemi covid-19 di setiap daerah. Sistem ini mulai diberlakukan saat pemerintah menentukan wilayah peserta PPKM Darurat. Sistem ini dipakai dengan merujuk ketentuan-ketentuan dari WHO.
Laju penularan diukur dari jumlah kasus konfirmasi per 100 ribu penduduk, kasus yang ditangani di rumah sakit per 100 ribu penduduk, dan kasus meninggal per 100 ribu penduduk.
Dalam hal ini, level 4 menjadi kriteria tertinggi dalam sistem penilaian ini. Daerah dengan status level 4 mencatat lebih dari 150 kasus Covid-19 per 100 ribu penduduk, lebih dari 30 kasus yang dirawat di rumah sakit per 100 ribu penduduk, dan lebih dari 5 kasus meninggal per 100 ribu penduduk.
Pandu juga menilai penerapan PPKM Level 4 harus benar-benar melakukan pengetatan pada mobilitas warga, serta menerapkan langkah edukatif dan humanis.
Ia menilai sejatinya kadar penilaian akan kesuksesan dalam menekan mobilitas warga terletak pada kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan 3M yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Dengan melihat gesekan antara warga kelas menengah ke bawah dengan para aparat PPKM Darurat akhir-akhir ini, Pandu menilai bahwa esensi dari upaya edukasi warga soal 3M tak berjalan begitu baik.
"Itu bodohnya kita, ngapain bergerak seperti itu, ada kekerasan, tinggal diedukasi saja. Kalau tidak pakai masker dikasih masker, daripada obat didistribusikan yang itu bahaya," ujarnya.
Ia menekankan bahwa seberapa hebatnya upaya di hilir yang berupa pemenuhan kesediaan faskes tidak akan berhasil, apabila upaya di hilir yang merupakan strategi 3T dan 3M tidak berjalan dengan apik.
"3M jangan dianggap remeh, 3M paling penting dari itu semua, maka vaksin hanya jadi pendukung saja. Jadi kita harus serius di hulu, karena kalau tidak fokus, itu bakal banjir, terus mengalir dan derasnya bukan main," kata Pandu.
Terpisah, pengamat hukum Andri W Kusumah menilai, sebaiknya pemerintah mengganti PPKM Darurat dengan karantina sesuai UU Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018. Menurutnya pemerintah terlihat ambigu dengan menerapkan PPKM level 4.
"PPKM sebaiknya diganti dengan karantina, dan jangan ambigu lagi dalam mengambil keputusan, harus jelas dasar pijakan pengambilan keputusannya," katanya.
Pemerintah, kata dia, sebaiknya tegas dalam menentukan prioritas.
"Apakah kesehatan atau ekonomi, akan tetapi, menurut saya harus tetap kesehatan didahulukan, mumpung uang negara masih mampu membiayai," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Dia juga mengingatkan, penerapan PPKM level 4 ini harus diimbangi dengan dukungan bantuan dari pemerintah kepada masyarakat.
"Jangan sampai pemerintah menghindar dari kewajiban untuk memastikan bahwa masyarakat yang terdampak tetap tercukupi pangannya," kata dia.