Jejak Kebijakan Gus Dur: Izinkan Imlek hingga Bintang Kejora

Thohirin | CNN Indonesia
Jumat, 23 Jul 2021 15:14 WIB
Berikut rangkaian daftar kebijakan yang digelontorkan Gus Dur untuk membawa Indonesia lebih baik sebelum dimakzulkan MPR pada 23 Juli 2001.
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat mengunjungi Jayapura, Papua, akhir Desember 1999. (Dok. Pojok Gus Dur)

Pro Buruh

Gus Dur mengundang sejumlah aktivis hingga organisasi gerakan buruh ke Istana tak lama setelah ia menjadi Presiden. Buntut dari pertemuan itu, ketika ia menerbitkan Permenaker Nomor 150/2000, yang dianggap proburuh.

Bagi buruh, Permenaker Nomor 150/2000 merupakan kebijakan yang memberi posisi kuat kepada mereka berhadapan dengan pengusaha.

Gus Dur memang menaruh perhatian besar pada kehidupan gerakan buruh di Indonesia. Ia sempat menolak hukuman pancung terhadap Siti Zaenab, pekerja migran asal Bangkalan, Madura di Arab Saudi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menghubungi Raja Fahd dan meminta pembatalan pelaksanaan hukuman mati terhadap Zaenab. Hingga akhir masa jabatannya, Gus Dur dianggap pro buruh dengan sejumlah kebijakannya, termasuk membuka keran pendirian organisasi buruh di luar SPSI, satu-satunya organ buruh selama Orba.

Izin Pengibaran Bendera Bintang Kejora

Gus Dur sempat mengizinkan warga Papua mengibarkan bendera Bintang Kejora saat bagi banyak orang, terutama ABRI dan Polisi, menyebut bendera itu sebagai simbol separatis.

Izin itu diberikan Gus Dur usai menggelar pertemuan bersama perwakilan elemen masyarakat, pada 30 Desember 1999. Namun, ia meminta agar pengibaran Bintang Kejora hanya sebatas simbil kultural dan lebih rendah dari Merah Putih.

Dalam pertemuan itu, Gus Dur menjawab semua pertanyaan, termasuk mengembalikan nama Papua dari Soekarno, yang selama rezim diganti dengan Irian Jaya.

INSERT PROFIL SINGKAT GUS DUR(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Selain itu, pendekatan-pendekatan humanis dikedepankan Gus Dur dalam menangani persoalan separatisme. Bukan hanya di Papua, hal hampir senada pun dilakukan di Aceh. Gus Dur juga mengurangi jumlah kehadiran militer.

Salah seorang aktivis Papua yang pernah mendekam di penjara sebagai tahanan politik, Filep Karma, saat berkunjung ke redaksi CNNIndonesia.com pada 2019 silam memberikan kesaksian, "Waktu Gus Dur tidak terdengar orang Papua ditembak."

Filep mengatakan demikian karena menurutnya tak ada gejolak maupun tindakan represif yang dialami warga Papua selama pemerintahan Gus Dur yang singkat.

Reformasi di Tubuh Militer

Selain sejumlah kebijakan itu, di masa Gus Dur pula ABRI dan Polri akhirnya terpisah. Pemisahan ABRI (sekarang TNI), merupakan satu dari mandat reformasi karena lembaga itu dianggap masuk terlalu jauh ke ruang sipil.

Pemisahan TNI dan Polri sebelumnya dilakukan Habibie saat menggantikan Soeharto. Ia mengeluarkan Instruksi Presiden nomor 2 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Polri dan ABRI.

"Kita tidak menginginkan polisi yang hanya menjadi alat kekuasaan," kata Habibie dalam Detik-detik yang Menentukan (2006:487).

Pemisahan ABRI dan Polri kemudian ditetapkan melalui TAP MPR VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, yang muncul di masa kepresidenan Gus Dur.

Selain itu, Gus Dur pun memulai kembali tradisi penunjukan Panglima TNI tak eksklusif dari Angkatan Darat. Diketahui, selama masa Orde Baru, AD begitu berkuasa di militer Indonesia yang ditunjukkan pada pucuk kepemimpinan ABRI. Kini, tiga matra di TNI memiliki kesempatan yang sama untuk mengantar perwira terbaik mereka jadi Panglima TNI.

Panglima TNI saat ini adalah Marsekal Hadi Tjahjanto yang berasal dari TNI Angkatan Udara.

(kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER